Kehendak Perubahan Harus Dimenangkan...!

"Masalah yang dihadapi bangsa ini bersifat fundamental dan radikal, yakni pudarnya kesadaran kebangsaan dan kacaunya pemahaman kedaulatan rakyat dalam sistem kenegaraan kita. Oleh sebab itu penyelesaiannya mutlak bersifat fundamental dan radikal pula
"

Senin, 11 Juli 2011

DR. Rizal Ramli Pontensial dan Layak Untuk Presiden RI 2014

RIZAL RAMLI PRESIDEN RI 2014: LOKOMOTIF PERUBAHAN 

Pakar politik dari Universitas Northwestern, Amerika Serikat, Jeffrey A Winters menyampaikan kekuatan dan kelemahan beberapa nama yang disebut-sebut bakal bertarung dalam Pilpres 2014. Dua kandidat yang dinilai layak menjadi capres adalah Rizal Ramli dan Mahfud MD.

Mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli dikenal sebagai pemikir yang supercanggih. Dia tidak pernah superfisial melihat masalah-masalah yang dihadapi Indonesia dan tak ragu mengambil keputusan. Hal itu berbeda dengan sikap low risk SBY yang tahu banyak tetapi bicara terus daripada bertindak. Rizal mempunyai track record yang high risk, high reward.  Dibanding kandidat lain, Rizal paling berpotensi sebagai pendobrak dan figur perubahan. Dia mempunyai latar belakang sebagai pejuang untuk rakyat sejak 1978 di ITB, serta berani melawan rezim Soeharto dengan segala risiko, yakni ditahan dan disiksa, tetapi tetap berjuang.
“Dia memperjuangkan sistem hukum dan HAM dengan tegas, sangat antikorupsi, dan tidak mau didikte oleh superpower asing. Jangan heran kalau yang melawan dia di tingkat elite dan internasional cukup banyak.  Mereka takut karena dia pasti action-oriented dan tidak bisa diintimidasi,” katanya. 

Sedangkan kelemahannya, kata Jeffrey, Rizal jauh lebih dikenal di tingkat elite dan kawasan kota, tetapi belum tembus sampai ke desa. “Kalau Rizal dapat menemukan strategi tepat untuk masuk ke desa dan daerah, dia akan cepat menjadi fenomena yang membuat partai-partai besar bergetar,” ujarnya.

Untuk kepentingan memperkenalkan DR. Rizal Ramli, salah satu sosok potensial kandidat Presiden RI 2014 mendatang kepada rakyat berdaulat bangsa ini, akan ditampilkan secara berkala dalam blog ini tulisan tentang  profil dan sepak terjang DR. Rizal Ramli yang kami sadur dari buku: Rizal Ramli Lokomotif Perubahan, sebagai berikut: 

__________________________________________________

1
PERUBAHAN RADIKAL di BULOG

Sebuah kejutan besar. Itulah pandangan sebagian besar ketika Pejabat Sementara (Pjs) Sekretaris Negara Bondan Gunawan, pada awal April 2000, mengumumkan bahwa ekonom Rizal Ramli ditunjuk oleh Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Kepala Badan Urusan Logistik (BULOG), menggantikan posisi Jusuf Kalla, Menteri Perdagangan, yang selama beberapa waktu mesti merangkap jabatan Kabulog.    

Selama ini Rizal Ramli dikenal sebagai ekonom yang vokal dan kritis terhadap berbagai kebijakan ekonomi pemerintah. Ia dekat dengan kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan kerap melontarkan kritikan yang tajam terhadap kebijakan ekonomi pemerintah yang dianggapnya tidak tepat. 

Sehari sebelumnya, Rizal Ramli dipanggil Gus Dur ke Istana Negara. Dalam pertemuan itu, Gus Dur meminta Rizal Ramli untuk membenahi Bulog. “Sekarang kamu tidak boleh menolak permintaan saya,” kata Gus Dur serius. 

Rizal Ramli terdiam sesaat. Ia termangu. Sudah dua kali ia menolak “penugasan” Gus Dur. Pertama, sesaat setelah diangkat menjadi Presiden RI menggantikan posisi Habibie pada tahun 2000, Gus Dur memanggil Rizal Ramli ke kantornya. Waktu itu, Rizal Ramli diminta menjadi Ketua BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) untuk menggantikan S.B. Joedono. 

Tapi, ketika itu Rizal Ramli menolaknya. “Terimakasih atas kepercayaan Gus Dur kepada saya. Tapi, umur saya belum 60 tahun. Saya tidak cocok menjadi Ketua BPK. Nanti kalau umur saya sudah 60 tahun, Gus Dur boleh panggil saya lagi,” kata Rizal Ramli. Jawaban itu tentu saja sangat kocak. Usianya ketika itu baru 47 tahun. Masih kurang 13 tahun umurnya untuk mencapai 60 tahun! Tapi, karena lawan bicaranya Gus Dur yang senang guyon, jawaban itulah yang dilontarkannnya. 

Kedua, selang dua minggu kemudian, Rizal Ramli dipanggil kembali ke Istana Negara. Kali ini Rizal Ramli diminta Gus Dur menjadi Duta Besar RI di Amerika Serikat, yang saat itu masih dipegang oleh Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. 

Lagi-lagi Rizal Ramli menampiknya. “Saya merasa terhormat dicalonkan menjadi Dubes RI di Amerika, terimakasih Gus. Tapi saya ‘kan bukan anak “nakal”. Saya tidak mau “dibuang” ke luar negeri,” kata Rizal Ramli kepada Gus Dur. Presiden Abdurrahman Wahid cuma mesem-mesem mendengar jawaban itu. Keduanya memang sudah lama saling mengenal dan berhubungan secara akrab, ibarat hubungan kakak dan adik.

“Kamu harus bersedia menjadi Kabulog,” kata Gus Dur, membuyarkan ketermanguan Rizal Ramli. Apa boleh buat, tawaran Gus Dur untuk memberikan posisi penting kepada Rizal Ramli sulit ditampik. Bukankah Rizal Ramli sudah dua kali menolak “pinangan” Gus Dur?

“Baiklah, Gus. Saya terima tugas itu, tapi ada syaratnya,” kata Rizal Ramli. Gus Dur terkekeh. “Kamu ini gimana sih, yang ingin menjadi Kabulog itu antre, karena Bulog banyak duitnya. Apa syaratmu?” tanya Gus Dur.

Dengan sigap Rizal Ramli berucap: ”Saya mau menjadi Kabulog, tapi kalau bisa hanya untuk enam bulan saja. Kalau lebih dari enam bulan, saya akan mengundurkan diri,” kata Rizal Ramli.

Deal. Sejak itu pula Rizal Ramli menjadi orang nomor satu di Bulog, sebuah lembaga non-departemen yang oleh Soeharto sangat diandalkan untuk menstabilkan harga beras. Stabilitas harga beras itulah, antara lain, yang menjadi faktor kunci langgengnya kekuasaan Soeharto sejak tahun 1966, sebelum ditumbangkan gerakan mahasiswa pada era reformasi pada tahun 1998.
 
”Saya mau menjadi Kabulog, tapi kalau bisa
hanya untuk enam bulan saja. Kalau lebih
dari enam bulan, saya akan mengundurkan
diri,” kata Rizal Ramli.

Selama belasan tahun Bulog dipimpin oleh orang kepercayaan Soeharto, Bustanil  Arifin,  yang  juga  selama  beberapa  periode  menjabat  sebagai Menteri Koperasi. Tak aneh jika Bulog dikenal sebagai institusi yang “basah”. Duit yang diputar Bulog triliunan rupiah, dan itu kebanyakan off budget – tidak masuk dalam perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sehingga tidak bisa dikontrol siapapun.

Rizal Ramli mau menerima posisi Kabulog karena Gus Dur berpesan agar Bulog dibenahi sehingga berpihak kepada rakyat. Keberpihakan kepada rakyat, itulah yang dijadikan panduan Rizal Ramli dalam menjadi komandan Bulog.


Berbagai Terobosan

Setelah dilantik sebagai Kepala Bulog pada tanggal 3 April 2000, Rizal Ramli pun langsung menggulirkan program restrukturisasi. Ia menghendaki citra Bulog yang lebih baik lewat organisasi yang transparan, accountable, dan lebih profesional.

Keberpihakan kepada rakyat,
itulah yang dijadikan panduan Rizal Ramli
ketika menjadi Kepala Bulog,
menggantikan Jusuf Kalla.
24 Rizal Ramli: Lokomotif Perubahan
Langkah restrukturisasi besar-besaran pun mulai diayunkan, lewat pergantian dan mutasi lima jabatan eselon satu (Deputi) dan 54 jabatan eselon II (Kepala Biro dan Kepala Dolog). Dari 26 Kadolog yang memimpin Daerah Operasi Bulog di provinsi seluruh Indonesia, 24 di antaranya dipensiunkan, atau dimutasi. Perombakan yang fundamental itu berjalan mulus, tanpa menimbulkan gejolak yang berarti.

Keberpihakan kepada rakyat kecil, kepada para petani, diwujudkan dalam bentuk peningkatan pembelian gabah, bukan beras, dari para petani. Bukan rahasia lagi, pembelian beras oleh Bulog kerap menimbulkan kecurangan yang dilakukan oleh para tengkulak. Mereka membeli beras petani, kemudian dioplos dengan beras impor, lalu dijual ke Bulog. Cara seperti itu, tentu saja merugikan para petani karena beras yang dihasilkan di sawahnya cuma sebagian kecil yang diserap Bulog.

Sebagai Kabulog,
Rizal Ramli kerap
turun ke lapangan,
ke desa-desa untuk
bertemu dengan
para petani.
Tempo

Untuk memotong praktik culas itu, Rizal Ramli membuat kebijakan terobosan, itu tadi, hanya membeli gabah. Langkah ini tentu saja sangat efektif dan menguntungkan bagi rakyat kecil. Efektif karena gabah lebih tahan lama disimpan di gudang-gudang Bulog ketimbang beras. Dan menguntungkan para petani di desa-desa, karena selama musim panen, ketika harga gabah cenderung turun, Bulog terjun untuk menyerap dengan patokan harga dasar yang optimal. Sedangkan pada masa paceklik, gabah itu langsung digiling di desa-desa guna meredam kenaikan harga beras. Sehingga, ada pekerjaan di desa-desa pada musim paceklik, yaitu menggiling gabah Bulog.

Sayangnya, kebijakan Bulog yang pro-rakyat itu tidak selamanya berjalan mulus. Kerap terjadi, gabah petani dibeli di bawah harga patokan. Untuk itu, Rizal Ramli tidak segan-segan melakukan kunjungan ke lapangan secara langsung melalui inspeksi mendadak (sidak). Pada suatu kali, ketika panen raya, Rizal Ramli melakukan sidak ke Karawang, salah satu kabupaten produsen beras terbesar di Jawa Barat.

Namun, pada “era handphone” seperti sekarang, sidak mudah bocor. Rizal Ramli menyadari hal itu. Tapi, ia tidak kekurangan akal. Ketika akan melakukan sidak, ia lebih dulu mengutus dua staf kepercayaannya untuk mengelilingi lokasi sidak dengan jarak 5 dan 10 kilometer dari pusat kegiatan
sidak. Kedua staf itu diminta mengirimkan laporan mengenai pembelian gabah dari petani lewat sms: apakah sama dengan harga patokan, atau di bawahnya.

Di tempat sidak, sudah berkumpul para pejabat Bulog, Kadolog Jawa Barat, dan beberapa Kepala Sub-Dolog (pemimpin Dolog) di beberapa kabupaten di Jawa Barat. Ratusan petani juga hadir di situ. Pejabat Bulog di daerah melaporkan bahwa pembelian gabah berlangsung lancar dengan harga di atas harga dasar yang ditetapkan pemerintah.

“Bapak-bapak, apakah betul gabah bapak dibeli di atas harga patokan?” tanya Rizal Ramli kepada para petani. Mereka menjawab serentak: “Betuuul!” Rizal Ramli merasa senang karena ia memang sangat menginginkan peningkatan kesejahteraan petani. Namun, tak lama kemudian, telepon genggamnya menerima sms dari dua stafnya yang berkeliling dengan jarak 5 – 10 kilometer dari lokasi sidak. Isinya sungguh bertolak belakang: gabah petani dibeli di bawah harga patokan.

Saat itu juga Rizal Ramli langsung menjamah mikrofon. “Bapak-bapak pejabat Bulog sekalian, tolong pergi menjauh dulu sebentar. Silakan berteduh di bawah pohon di sana supaya dingin!” ujarnya. Setelah para pejabat Bulog pergi, Rizal Ramli tinggal berhadapan dengan para petani. Kini, ia bertanya lagi: “Bapak-bapak, saya minta jawaban yang jujur. Jangan takut, saya Kabulog. Betulkah gabah bapak dibeli di atas harga dasar?”

“Betuuuuuul,” para petani serempak menjawab. Mereka mengaku bahwa beras para petani dibeli dengan harga 10% di atas harga dasar. Rizal Ramli penasaran. “Kapan pembelian itu dilakukan?” “Tadi, dua jam sebelum Bapak datang,” jawab seorang petani.

Rizal Ramli geram. Ia langsung memanggil para pejabat Bulog untuk mendekat kembali dan “menyemprotnya”: “Saya ini 17 tahun lebih menjadi researcher. Saya terbiasa melakukan cek dan ricek laporan dari lapangan. Saya tidak suka dibohongi. Kalian membeli gabah dengan harga di bawah harga dasar. Pembelian di atas harga dasar baru dilakukan dua jam yang lalu. Begitu ‘kan?” kata Rizal Ramli dengan nada tinggi.

Para pejabat Bulog cuma diam. Boleh jadi mereka merasa bersalah karena telah berusaha “menipu” big boss-nya. “Saya tidak suka Bapakbapak membuat laporan Asal Bapak Senang (ABS), padahal rakyat kecil menderita. Catat itu,” kata Rizal Ramli.

Sekembalinya ke Jakarta, Rizal Ramli langsung meneken SK yang memutasikan pejabat Bulog tersebut. Selanjutnya, tak kurang dari 200 pejabat Kasub Dolog dimutasikan. Mereka yang baik, jujur, dan pekerja keras ditempatkan di Dolog Kelas I dan II. Sebaliknya, yang kinerjanya “memble”, dioper ke Dolog kelas III. Kelas I adalah Dolog yang membawahkan wilayah operasi yang besar, daerah gudang beras seperti Karawang. Sedangkan Dolog kelas III wilayah operasinya lebih kecil, seperti kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Selain itu, Rizal Ramli juga mempensiunkan dini 80 pejabat Bulog yang kinerjanya tidak sesuai dengan semangat reformasi yang diterapkannya di Bulog. Langkah-langkah terobosan itu menjadi shock therapy yang cukup ampuh menekan jumlah laporan yang bersifat ABS di Bulog. Praktik patgulipat juga menciut. “Sejak itu, langsung tidak ada lagi yang berani main gila di Bulog,” kata Rizal Ramli.

Peningkatan  efisiensi  juga  menjadi  perhatian  Rizal  Ramli  selama  memimpin Bulog. Tadinya, sebelum Rizal Ramli masuk, pimpinan Bulog yang berkunjung ke daerah selalu berupa rombongan besar. Jika Kabulog dinas ke daerah, biasanya didampingi banyak pejabat. Tentu saja biaya transportasi – dan biaya perjalanan dinas – di Bulog cukup besar. Karena itu, Rizal Ramli memberi contoh: dinas ke luar daerah cukup disertai dua staf saja. Dia sangat percaya dengan “leadership by example”, yaitu pemimpin harus memberikan contoh. Hasilnya, biaya transportasi anjlok hingga 70%. Petugas yang menangani perjalanan dinas Bulog, yang sebelumnya kerap mesti kerja lembur, menjadi lebih ringan pekerjaannya. Tidak ada lembur lagi...

Pembenahan di segala sisi dan semua lini. Itulah yang dilakukan Rizal Ramli. Termasuk yang paling “berat”, yakni mengubah sistem akuntansi Bulog. Bayangkan, Bulog memiliki 119 rekening yang tersebar di berbagai bank. Rizal Ramli pun lalu memanggil orang keuangan. Dia meminta sistem akuntansi Bulog diubah supaya lebih transparan dan accountable. Dana off budget harus menjadi on budget.

Di masa kepemimpinan Rizal Ramli, Bulog
hanya membeli gabah dari petani, untuk mencegah
masuknya beras impor lewat pengoplosan.
Istimewa
Rizal Ramli: Lokomotif Perubahan 29
“Saya ingin sistem akuntansi Bulog sama dengan lembaga negara lain, supaya lebih tertib dan transparan,” kata Rizal Ramli, ketika memanggil stafnya yang mengurusi bidang keuangan.

“Waduh, susah Pak. Paling tidak perlu setahun setengah lebih,” kilah stafnya.
“Begini, saya minta perubahan sistem akuntansi itu bisa selesai dalam waktu enam bulan. Kalau tidak, silakan saudara mencari pekerjaan lain,” tukas Rizal Ramli.

Ternyata, perubahan sistem akuntansi Bulog menjadi Generally Accepted Accounting Practices itu bisa dilakukan dalam enam bulan. Jumlah rekening Bulog bisa diciutkan dari 119 menjadi cuma sembilan! Dan yang lebih penting lagi, dana off budget Bulog yang jumlahnya triliunan menjadi on
budget, sehingga bisa diaudit dan dipertanggungjawabkan.

Praktik patgulipat, korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan berbagai penyimpangan, merupakan hal lumrah selama bertahun-tahun di Bulog. Ada pejabat yang memberikan izin impor beras kepada pedagang, sehingga pedagang itu tidak perlu membayar pajak ketika berasnya datang dari luar negeri. Ada pejabat yang “membantu” penyelundupan beras. Ada banyak penyimpangan kebijakan di lapangan dan sebagainya.


Berbagai tindakan tegas dan kebijakan terobosan yang dilakukan Rizal Ramli mampu mengurangi berbagai praktik penyimpangan para pejabat Bulog. Tapi, Rizal Ramli juga mengakui, mayoritas pejabat dan staf Bulog bekerja secara benar dan profesional.
30 Rizal Ramli: Lokomotif Perubahan
Langkah pembenahan yang dilakukan Rizal Ramli kerap mengalami benturan dengan para pejabat yang merasa terusik. Ketika akan mempensiunkan dini 80 pejabat Bulog, misalnya, Rizal Ramli mendapat perlawanan. Ia mengumumkan bahwa Bulog ingin membangun corporate culture yang baru: serba bersih, transparan, dan profesional. “Bapak-bapak dan ibu-ibu yang akan dipensiun dini, akan mendapat tambahan pesangon dari yang semestinya diperoleh. Biaya pengobatan dikasih ekstra, plus biaya untuk pulang kampung,” kata Rizal Ramli. “Yang tidak setuju, boleh melawan saya, tapi saya tidak segan-segan akan membawa kasus yang terkait dengan penyelewengan dan penyimpangan yang berlangsung selama ini ke pengadilan,” kata Rizal Ramli.

Para pejabat Bulog yang berasal dari sipil hanya bisa terhenyak. Tapi mereka mau menerima tawaran pensiun dini itu. Mereka membubuhkan tandatangan, sebagai pertanda setuju dipensiun dini. Lain halnya dengan pejabat Bulog yang berasal dari militer, ada di antaranya yang menentang.

Berbagai tindakan tegas dan kebijakan
terobosan yang dilakukan Rizal Ramli
mampu mengurangi berbagai praktik
penyimpangan para pejabat Bulog.
Rizal Ramli: Lokomotif Perubahan 30
Mereka meminta bertemu Rizal Ramli di kantornya. Ketika diterima, dengan nada tinggi salah seorang di antaranya berteriak: “Kami tidak bisa menerima kebijakan yang Bapak tetapkan. Kami ini biasa bertempur. Kami siap berkelahi!” ujar salah seorang dari mereka sambil menatap tajam mata Rizal Ramli.

“Digertak” seperti itu, nyali Rizal Ramli bukannya menciut. Sifat bengalnya sebagai mantan demonstran langsung muncul. Ia merasa “ditantang”. Maka, Rizal Ramli pun segera menelepon Panglima TNI (saat itu), Laksamana Widodo. Rizal Ramli memang akrab dengan para petinggi militer. Maklum, selama lima tahun lebih, ia menjadi penasihat ekonomi di Fraksi ABRI (TNI) DPR RI.

Ketika saluran telepon tersambung, Rizal Ramli membesarkan suara di pesawat telepon dengan memijit loudspeaker, sehingga bisa terdengar siapapun yang ada di ruangan itu. “Mas Widodo, ini ada anggota TNI yang akan saya pensiunkan dini di Bulog. Tapi mereka menolak, malahan ngajak berantem,” kata Rizal Ramli.

Berbagai langkah terobosan
dilakukan Rizal Ramli
Ketika memimpin Bulog
YSN
32 Rizal Ramli: Lokomotif Perubahan
Dari seberang, terdengar suara Panglima TNI Widodo. “ Siapa namanya, catat nomor pokok TNI-nya...”

Rizal Ramli mendekap telepon, dan bertanya kepada tamunya? “Maaf, berapa nomor pokok TNI bapak?”


Para perwira militer itu langsung menggoyangkan tangannya, tanpa berbicara. Maksudnya, tentu saja tidak mau diketahui identitasnya. “Terimakasih Mas Widodo, nanti saya akan faks nama dan nomor TNI-nya,” kata Rizal Ramli, sambil menutup sambungan teleponnya. Tanpa banyak kesulitan, keenam pejabat Bulog yang berasal dari TNI pun akhirnya luluh dan mau membubuhkan tandatangan kesediaan dipensiun dini.

Begitulah, dengan leadership yang kuat, keberanian, dan ide segarnya dalam melakukan terobosan guna menghasilkan kebijakan inovatif, Rizal Ramli mampu membenahi Bulog dalam tempo singkat. Ketika ia meninggalkan Bulog pada bulan Agustus 2000, Rizal Ramli meninggalkan surplus triliunan rupiah di Bulog. Keberhasilan Rizal Ramli membenahi Bulog kemudian menjadi cover story majalah Business Week* (Bersambung... 2 : Kisah Kehancuran dan “Momen” Kebangkitan PT Dirgantara Indonesia)  

Sumber: http://rizalramli.org/buku/Bab_1.pdf


  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar