Kehendak Perubahan Harus Dimenangkan...!

"Masalah yang dihadapi bangsa ini bersifat fundamental dan radikal, yakni pudarnya kesadaran kebangsaan dan kacaunya pemahaman kedaulatan rakyat dalam sistem kenegaraan kita. Oleh sebab itu penyelesaiannya mutlak bersifat fundamental dan radikal pula
"

Rabu, 29 Desember 2010

Dr. Rizal Ramli: Perekonomian Saat Ini Berpihak pada Neolib

JAKARTA (KEDAULATAN NEWS) - Mantan Menteri Perekonomian Rizal Ramli menilai, (sistem) ekonomi di era sekarang pada kenyataannya tidaklah berpihak pada masyarakat kecil. Sebaliknya, Rizal menganggap bahwa ekonomi konstitusi, justru (sebenarnya bisa) lebih berpihak kepada rakyat, daripada neoliberalisme (yang ada sekarang).

"Ekonomi konstitusi adalah ekonomi (yang) mensejahterakan masyarakat, bukannya menguntungkan sepihak," ungkapnya, dalam diskusi bertajuk 'Konsekuensi Menegakkan Konstitusi' yang diadakan sekaligus dalam rangka mengenang setahun wafatnya Abdurrahman Wahid (Gus Dur), di Gedung MK, Jakarta, Rabu (29/12).

Diungkapkan lagi oleh Rizal, kenyataannya adalah betapa banyak ahli ekonomi di Indonesia yang menuntut ilmu sampai ke luar negeri, namun kemudian malah terpengaruh dengan ajaran luar. "Banyak ekonom yang belajar di luar, dan (kemudian) lebih mengedepankan neoliberalisme yang bertentangan dengan konstitusi," ungkapnya.

Menurut Rizal pula, neoliberalisme banyak menimbulkan dampak yang jelas tidak berpihak pada rakyat kecil, alias hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Untuk itu katanya, peranan negara di dalam konstitusi tidak boleh dogmatis, tetapi haruslah dinamis. "Kalau negara terlalu dominan dan dogmatis, birokrasi akan berkuasa, dan tidak memihak pada masyarakat," tandasnya. (kyd/jpnn)
Sumber: http://www.jpnn.com/read/2010/12/29/80708/Rizal:-Perekonomian-Saat-Ini-Berpihak-pada-Neolib-

http://video.okezone.com/play/2009/04/01/237/8694/kampanye-ppd-ziarah-ke-makam-pahlawan

Rabu, 03 November 2010

KRAKATAU STEEL ASET STRATEGIS BANGSA DIOBRAL

Jakarta - (KEDAULATAN News) - Sejarah buruk terus berulang. Berbagai industri strategis milik bangsa ini dijual obral. Kini PT Krakatau Steel (KS), perusahaan kebanggaan yang dibangun di era Presiden Soekarno bakal di lego di masa Presiden SBY.

Dulu Presiden Soeharto membangun perusahaan telekomunikasi PT Indosat, ternyata justru puteri Presiden Soekarno, yakni Presiden Megawati Soekarnoputri yang menjualnya kepada pihak asing.

Dulu, dengan pandangan visioner, pemerintahan Presiden Soekarno membangun pabrik baja Krakatau Steel (KS) di Cilegon, Banten, kini malah giliran pemerintahan Presiden SBY yang menjualnya.

KS sudah melengkapi diri dengan pelabuhan laut dan berbagai fasilitas penunjangnya, termasuk ketersediaan air bersih, jauh sebelum negara-negara berkembang melakukannya.

Perusahaan ini mempunyai posisi strategis di tengah perekonomian nasional, baik sebagai pengisi kantong anggaran pemerintah, kebanggaan nasional, maupun sebagai penunjang kelancaran industri nasional.

Di era Orde Baru, Krakatau Steel terbengkalai lantaran pemerintahan Presiden Soeharto mempunyai orientasi kebijaksanaan politik dan ekonomi yang berbeda. Saat itu, perusahaan ini malah dianggap membebani pemerintah.

Krakatau Steel yang kini menjadi perusahaan perseroan terbatas yang dikelola secara produktif dan efisien. Tak heran jika pada 2011-2012 diperkirakan PT KS menghasilkan 5 juta ton baja lembaran dan batangan. Adapun laba hingga Juni 2010 mencapai Rp800 miliar dengan total pendapatan Rp9 triliun. Ini naik 24,71% ketimbang sebelumnya.

Sekalipun demikian, produk-produk KS terancam seiring realisasi perjanjian perdagangan bebas China-ASEAN (CAFTA). Produk-produknya bakal tergerus oleh baja China yang harganya lebih murah, sekalipun kualitasnya belum tentu lebih tinggi ketimbang yang dihasilkan PT KS.

Namun kini perusahaan ini bakal diobral. Nasib Krakatau Steel pun akan bernasib sama seperti Indosat atau aset nasional lain yang dilego dengan harga murah kepada investor asing.

Rencananya, PT KS akan mencatatkan diri di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 10 November 2010. Sejumlah 3.155.000 sahamnya bakal dilepas dengan harga Rp850 per unit.

Pohang Iron and Steel Company (Posco) dari Korea Selatan serta dua investor Amerika Serikat berniat memborong saham PT KS. Pemerintah pun menargetkan pendapatan Rp4-5 triliun.

Masyarakat memberi tanggapan yang luar biasa atas penawaran ini. Jumlah peminat mencapai sembilan kali lipat dari jumlah saham yang disediakan. Sebagaimana diketahui, investor asing memperoleh jatah 35% sedangkan domestik 65 persen dari total saham yang ditawarkan.

Hanya saja, investor ritel bakal makin terpinggirkan dalam IPO saham Krakatau. Selain dapat jatah sedikit, saham BUMN baja ini juga sudah diincar pemain besar, pejabat bahkan politisi. Ada permainan kotor di dalamnya, maka publik dan pasar ribut.

Salah seorang investor mengaku hanya mendapat jatah 32 lot (satu loat setara 500 lembar saham) saja dari pemesanan 6.500 lot. Itupun dia masih beruntung karena ia membelinya lewat Mandiri Sekuritas yang menjadi salah satu penjamin pelaksana emisi penjualan saham (IPO) Krakatau Steel.

Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo yang sejak awal curiga terhadap penetapan harga saham IPO yang murah dan mengusulkan dibentuknya Panja DPR untuk mengungkapkan siapa yang bermain dibalik keputusan murahnya harga BUMN ini.

"DPR tidak akan tinggal diam melihat aset bangsa yang sangat strategis dijual dengan harga tidak pantas. Kita akan telusuri satu persatu siapa saja yang terlibat kongkalingkong, papar politisi dari Partai Golkar itu," Selasa (2/10).

Bambang juga berencana meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan memeriksa penjualan KS karena ada indikasi tindak pidana korupsi. Penjualan IPO KS dengan harga rendah, jelas akan menimbulkan kerugian negara dalam skala besar.

Krakatau dijual, sejarah berulang dengan pola yang sama, yakni aset negara dilepas dengan harga murah. Tentunya dengan diwarnai kecurigaan yang sama, siapa mendulang untung dari penjualan saham ini? [mdr]
Sumber: http://www.inilah.com/read/detail/941262/ipo-krakatau-sejarah-buruk-terulang

PRABOWO BENTUK KONFEDERASI MENUJU 2014

JAKARTA--(KEDAULATAN News) - Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto menyatakan siap maju sebagai calon presiden 2014. Menurutnya, tidak ada alasan bagi dirinya untuk menolak jika memang masyarakat menginginkannya dan dia ditugaskan oleh partai.

Namun, menurutnya, deklarasi pencalonan sebagai presiden itu tidak akan dilakukan pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) ini. Dia mengatakan ada saatnya nanti dia akan mengumumkan pencalonan dirinya.

Saat ini, lanjut Prabowo, Gerindra fokus melakukan konsolidasi organisasi di seluruh tingkatan. Dengan organisasi yang mantap, dia berharap Partai Gerindra bisa menuai simpati masyarakat dan mendapat suara signifikan pada Pemilu 2014.

Mantan Panglima Kostrad ini mengatakan Gerindra memiliki solusi atas berbagai persoalan bangsa Indonesia. Itu sebabnya, dirinya siap maju jadi calon presiden jika memang dikehendaki rakyat. Prabowo mengatakan dirinya sangat menentang neoliberalisme karena tidak berpihak pada kepentingan rakyat.

"Jauh sebelumnya saya sudah menyuarakan bahwa pasar harus bebas dari neoliberalisme," katanya sembari menambahkan sistem itulah yang menghambat kesejahteraan masyarakat selama ini.

Menghadapi Pemilu 2014, Prabowo mengaku Partai Gerindra tidak terlalu dipusingkan dengan revisi Undang-undang tentang Pemilu. Khususnya soal angka parliamentary treshold. Menurutnya, berapa pun angkanya, Gerindra tidak gentar. "Yang paling penting bagi kami adalah bagaimana agar Pemilu bisa berlangsung jujur dan adil," tegasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum DPP Partai Golkar, Aburizal Bakrie mewacanakan agar parliamentary treshold pada Pemilu 2014 dinaikkan menjadi minimal lima persen. Menurutnya, kenaikan angka PT itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.

Menurut Aburizal, keragaman budaya Indonesia tidak bisa dimaknai dengan keragaman partai politik. Lima atau enam partai politik, katanya, sudah cukup untuk menampung beragam aspirasi masyarakat dari Sabang sampai Merauke.

Seperti Prabowo, Aburizal juga menyatakan siap menjadi calon presiden pada 2014. Namun, dia juga tidak ingin terburu-buru mengumumkan pencalonan dirinya. Menurutnya, pencalonan presiden baru akan dibicarakan menjelang Pemilu 2014.

Sejauh ini, sudah ada beberapa figur yang mengemuka untuk menjadi calon presiden 2014. Selain Prabowo Subianto dan Aburizal Bakrie, nama lain yang hangat disebut-sebut adalah Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Kongres Ditunda
Untuk memantapkan persiapan menghadapi Pemilu 2014, Partai Gerindra memutuskan tidak akan melakukan perombakan terhadap struktur pengurus DPP. Pengurus DPP yang ada sekarang dipertahankan hingga Pemilu 2014 usai.

Ketua DPP Gerindra, Muhammad Harris, menjelaskan sedianya, kongres DPP Partai Gerindra untuk memilih ketua umum DPP dijadwalkan berlangsung 2013. Namun, dalam rapimnas kemarin, disepakati untuk menunda kongres menjadi tahun 2015.

Gerindra, lanjut Harris, hanya akan melakukan sejumlah penyempurnaan struktur kepartaian. Salah satu contohnya dewan pakar. Selama ini belum ada dewan pakar. Dalam rapimnas ini disepakati untuk mengisi struktur dewan pakar tersebut. Komposisi pengurus DPP juga akan dibenahi.

Saat ini, posisi ketua umum DPP Partai Gerindra dijabat Prof Dr Suhardi. Sementara posisi sekretaris jenderal dipegang Ahmad Muzani yang juga anggota Komisi III DPR RI.

Ketua DPD Partai Gerindra Sulsel, Andi Rudiyanto Asapa membenarkan kesepakatan tersebut. Kepada FAJAR, malam tadi, Rudiyanto mengatakan kewenangan revitalisasi pengurus DPP sepenuhnya diserahkan kepada ketua dewan pembina.

Terkait penerapan parliamentari threshold hingga ke DPRD provinsi dan DPD kabupaten/kota, Rudiyanto mengatakan hal itu juga disepakati dalam rapimnas. Menurutnya, Gerindra tidak terlalu mempersoalkan PT dalam Pemilu 2014 mendatang.

Pemberlakuan PT hingga ke daerah membuat persaingan parpol untuk mendudukkan kadernya di DPRD provinsi dan kabupaten/kota menjadi lebih ketat. Sama ketatnya untuk duduk di DPR RI. Banyak yang memprediksi, jumlah parpol maksimal sembilan mulai dari DPR RI hingga DPRD kabupaten/kota.

Bentuk Konfederasi

Hari ini Partai Gerindra akan unjuk gigi di Sentul Convention Centre. Sedikitnya 11 ribu kader dan simpatisan Partai Gerindra akan hadir meramaikan acara yang salah satunya akan diisi dengan deklarasi konfederasi Gerindra dengan enam partai politik lainnya.

Prabowo mengatakan hingga saat ini sudah enam parpol yang sudah menandatangani kesepakatan konfederasi. Partai politik tersebut adalah Partai Merdeka, Partai Kedaulatan, PNI Marhaenisme, PPNUI, Partai Buruh, dan Partai Syarikat Indonesia (PSI).

Prabowo mengatakan untuk sementara partai-partai tersebut akan tetap eksis hingga Pemilu 2014. Apakah mereka akan bergabung dengan Gerindra, hal itu baru akan diputuskan menjelang Pemilu 2014. Yang pasti, katanya, Gerindra terbuka terhadap partai-partai lainnya.(sap)

Sumber: http://news.fajar.co.id/read/108755/41/prabowo-siap-bersaing-ical
Sumber Foto: aliansi-serikat-pekerja-bumn-dukung-prabowo-gerindra.jpg&imgrefurl

Rabu, 27 Oktober 2010

DPC PARTAI KEDAULATAN LAMPUNG SELATAN AJUKAN PAW

KALIANDA - (KEDAULATAN News)- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung Selatan memutuskan akan melakukan klarifikasi dan verifikasi faktual berkas administrasi Pergantian Antar Waktu (PAW) calon anggota DPRD Lamsel an. Ida Widaningsih kepada Edy Alpian Susanto, MRS.

Klarifikasi dan verifikasi faktual berkas tersebut sesuai kesepakatan pleno komisioner KPU Lamsel yang dilaksanakan di Kantor KPU Lamsel di Jln. Raden Intan Nomor 82A, Kalianda, Kamis 21 Oktober lalu.

Hadir dalam pleno tersebut Ketua KPU Lamsel M. Abdul Hafids, S.Si, anggota H. Dwi Riyanto, SE,. Hargito, S.Ag dan Ir. Sri Fatimah. Selain komisioner, pleno juga diikuti (Plt) Sekretaris KPU Asep Rujaeni, AKS, Kasubbag Hukum H. Bejo Purnomo, dan Kasubbag Program dan Data Purwanto, S.H.

Kesimpulan pleno yang ditulis berdasarkan berita acara pleno itu antara lain KPU Lamsel akan melakukan klarifikasi terhadap Keputusan Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia (HAM) Nomor : M.HK-02.AH.11.01 than 2010 tanggal 29 Maret 2010 tentang pengesahan perubahan anggaran dasar (AD), anggaran rumah tangga (ART) dan susunan kepengurusan harian DPP Partai Kedaulatan dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HK-07.AH.11.01 tahun 2009 tanggal 3 Juli 2009 tentang pengesahan susunan pengurus DPP Partai Kedaulatan.

“Kami sepakat untuk mengklarifikasi hal tersebut ke Depkumham terlebih dahulu. Rencananya jadwal klarifikasi dilakukan pekan depan,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris KPU Lamsel Asep Rujaeni, AKS kepada wartawan di Sekretariat KPU Lamsel, Kamis 21 Oktober lalu.

Selain memverifikasi berkas tersebut, lanjut Asep, KPU juga akan memfaktualisasi izajah SMA calon anggota DPRD Lamsel atas nama Edy Alpian Susanto. Verifikasi ijazah SMA itu akan dilakukan di Yayasan Pendidikan (YP) Unila. “Sebab, yang bersangkutan bersekolah SMA disana. Syarat untuk menjadi anggota DPRD kan pendidikan minimalnya SMA,” kata Asep.

Setelah proses klarifikasi dan verifikasi faktual selesai dilakukan, KPU selanjutnya akan kembali melakukan pleno penetapan. Pleno penetapan ini merupakan keputusan layak atau tidaknya calon anggota DPRD tersebut di PAW menggantikan anggota DPRD yang kini sudah duduk. “Layak atau tidaknya belum bisa diketahui sebelum ada proses klarifikasi dan verifikasi faktual ini,” pungkas Asep.

(Sumber: http://www.radarlamsel.com/berita-utama/1614-kpu-klarifikasi-tiga-sk)

Selasa, 07 September 2010

Partai Kedaulatan: Ambang PT Upaya Kekuatan Politik Tertentu Mempertahankan Status Quo


Jakarta (KEDAULATAN News) – Sekretaris Jenderal Partai Kedaulatan Restianrick Bachsjirun, S.Sos menegaskan, angka Parliamentary Treshold (PT) dalam RUU Pemilu lebih merupakan upaya mempertahankan status quo oleh kekuatan politik tertentu.
Saat menjelang buka puasa dikediamannya Jakarta Timur, Jum’at (3/9), Restianrick mengemukakan tidak ada suatu kepastian atau takdir, bahwa satu partai akan selalu kecil atau selalu besar karena kekuasaan itu akan selalu dipergilirkan.

“Tengoklah sejarah perpolitikkan di dunia ini, selalu terjadi rotasi kekuasaan, seperti pergantian malam menjadi siang,” tegasnya.

Partai Kedaulatan sendiri, Restianrick menambahkan, hanya akan meminta kepada rakyat berdaulat dan bukan mengemis kepada partai-partai politik lainnya agar lolos ketentuan PT dimaksud.

"Karena itulah saat ini Partai Kedaulatan terus membenahi diri, khususnya memperkuat kelembagaan partai, dan kita harus melakukan banyak komunikasi dan pendekatan dengan rakyat berdaulat serta memperjuangkan hak-hak dasar rakyat sebagaimana di jamin konstitusi," ujarnya seraya menekankan bahwa hakekat keberadaan partai itu adalah bagaimana menyalurkan kepentingan dan aspirasi rakyat berdaulat.

Namun demikian, aktivis mahasiswa 80an itu tetap berharap agar kalaupun ada ketentuan angka PT, hal tersebut jangan sampai bertentangan dengan prinsip konstitusi.

“Saya kuatir penentuan angka-angka PT dalam RUU Pemilu menenggelamkan minoritas atau kelompok yang selama ini telah termarginalkan.”, katanya.

Kedaulatan Optimis Menuju 2014

Ditempat yang sama, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Kedaulatan Denny M. Cilah, SE, SH, M.Si menegaskan bahwa Partai Kedaulatan dipastikan menjadi salah satu peserta Pemilu 2014 mendatang. Hal ini sebagaimana dijamin dalam Pasal 8 ayat (2) UU No.10 Tahun 2008 menegaskan, “Partai politik peserta pemilu pada pemilu sebelumnya dapat menjadi peserta pemilu berikutnya”.

“Yang dimaksud dengan pemilu sebelumnya adalah pemilu mulai Tahun 2009 dan seterusnya. Dengan demikian maka parpol yang tidak mencapai ambang batas parlemen lima persen pada Pemilu 2009, tetap berhak untuk mengikuti pemilu 2014,” katanya.

“Jika saat ini ramai dengan wacana penyederhaan Partai dengan metode menaikkan ambang batas parlemen dari 2,5 persen menjadi lima persen. Partai Kedaulatan dipastikan ikut Pemilu 2014 mendatang,” tegasnya.


Menurut dia penetapan ambang batas parlemen dari 2,5 persen menjadi lima persen sama sekali tidak menjamin penyederhanaan partai politik di Indonesia, karena UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD sama sekali tidak mendukung PT.

Saya bukannya tidak setuju dengan PT. Kalau pun ada semangat untuk menyederhanakan sistem multipartai, biarlah itu berjalan secara alamiah. Jadi tidak perlu dilakukan dengan terlalu membatasi ambang batas di parlemen menjadi 5 persen karena dapat melanggar prinsip konstitusi,” ujarnya.

Denny menilai, ambang batas 2,5 persen di parlemen dapat dipertahankan, paling tidak hingga 2019. Ambang batas di parlemen jangan terlalu dibatasi dengan merekayasa produk hukum.

"Demokrasi atau sistem politik kita dapat mencapai dua atau tiga partai melalui proses alamiah. Jangan hukum terlalu merekayasa,” kata Denny. Pemilih pada akhirnya akan menentukan mandat diberikan kepada partai yang mana, tambahnya.

“Sebetulnya, ambang batas 2,5 persen di parlemen itu juga pembatasan. Namun, pembatasan itu masih rasional dan rasional itu dinilai dengan kacamata konstitusi," katanya. (*RZK/KN)

Rabu, 01 September 2010

MEMBONGKAR KEJAHATAN JARINGAN INTERNASIONAL DI INDONESIA


Memasuki usia 65 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, sebagai rakyat Indonesia, saya patut bertanya dan merenungkan kembali makna kemerdekaan itu. Apakah betul secara de facto dan de jure kita sebagai bangsa benar-benar telah merdeka dan berdaulat atas negeri ini? Jika realitas kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dibidang perekonomian, fakta menunjukkan bahwa sumber-sumber kekayaan alam negeri ini sepenuhnya dikelola dan dikendalikan oleh perusahaan MNC (multinational corporation). Apa sebab semua itu bisa terjadi?

Pertanyaan itulah yang kemudian membuat saya menjelajah mencari jawabannya, baik di dunia maya maupun dari perpustakaan satu ke perpustakaan lainnya untuk mencari berbagai data, fakta dan referensi untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan saya atas pertanyaan tersebut.

Salah satunya, saya temukan jawabannya dari seorang yang bernama John Perkins. Ia adalah penulis asal Amerika Serikat (AS) yang membeberkan kejahatan korporatokrasi yaitu jaringan yang bertujuan memetik keuntungan melalui cara-cara korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dari negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia. Dalam bukunya yang pertama, Confessions of An Economic Hit Man (2004) Perkins menyebut dirinya Bandit Ekonomi atau EHM yang bekerja di perusahaan konsultan MAIN di Boston, AS.

Perkins mengungkapkan bagaimana cara operasional jaringan korporatokrasi ini. Ia mengatakan bahwa cara operasional jaringan ini mirip mafia, karena menggunakan semua cara, termasuk pembunuhan, untuk mencapai tujuan. Bahkan Perkins mengungkapkan bandit-bandit ekonomilah yang melenyapkan Presiden Panama Omar Torrijos dan Presiden Ekuador Jaime Roldos.

Konon kejatuhan Presiden Soekarno dari tampuk kekuasaan pada tahun 1965, juga disinyalir bandit-bandit ekonomi ini berperan besar. “Kita melakukan pekerjaan kotor. Tak ada yang tahu apa yang kamu lakukan, termasuk istri kamu. Kamu ikut atau tidak? Kalau mau, kamu dilarang keluar dari MAIN sampai meninggal dunia”, kata bos Perkins yang suatu hari menghilang bagaikan hantu.

Perkins yang mengaku sebagai salah satu bandit ekonomi dalam jaringan korporatokrasi ini. Diawal keterlibatannya, ia bertugas membuat laporan-laporan fiktif untuk IMF dan World Bank agar mengucurkan utang luar negeri kepada negara-negara Dunia Ketiga.

Tugas berikut Perkins adalah membangkrutkan dan menjebak negeri penerima utang. Setelah tersandera utang yang menggunung, negara pengutang dijadikan kuda tunggangan. Negara pengutang ditekan agar, misalnya, mendukung Pemerintah AS dalam voting di Dewan Keamanan PBB. Bisa juga negara pengutang dipaksa menyewakan lokasi untuk pangkalan militer AS. Sering terjadi korporatokrasi memaksa negeri pengutang menjual ladang-ladang minyak mereka kepada MNC (Multinational Corporation) milik negara-negara Barat.

Perkins bercerita, pada tahun 1971 ia berkeliling ke berbagai tempat menyiapkan dongeng tentang pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita (GNP), dan berbagai indikator lain yang direkayasa dan dilaporkan kepada IMF dan World Bank. Para eksekutif kedua lembaga tersebut pura-pura terpesona kepada berbagai indikator yang angkanya dicatut para bandit ekonomi itu dan segera menyalurkan uang.

Dalam hal Indonesia, bos Perkins, Charlie Illingworth mengatakan bahwa Presiden AS Richard Nixon menginginkan kekayaan alam Indonesia diperas sampai kering. Di mata Nixon, Indonesia ibarat real estate terbesar di dunia yang tak boleh jatuh ke tangan Uni Soviet atau China. “Berbicara tentang minyak bumi, kita tergantung dari Indonesia. Negara ini bisa jadi sekutu kuat kita,” kata Illingworth kepada Perkins di Bandung.

Kehadiran korporatokrasi disambut hangat penguasa Orde Baru. Korporatokrasi membuka peluang emas untuk KKN. Konspirasi antara korporatokrasi dengan kleptokrasi Orde Baru dijalin melalui prinsip “tahu sama tahu” dalam rangka “pembangkrutan” (bukan pembangunan) Indonesia. Konspirasi inilah yang mengawali berputarnya lingkaran setan utang yang dibangga-banggakan ideologi developmentalis Orde Baru.

Pembangunan berbagai proyek infrastruktur itu bertujuan meraup laba maksimal bagi perusahaan-perusahaan AS. Tujuan lainnya memperkaya elite Orde Baru dan keluarganya agar mereka tetap loyal kepada korporatokrasi. Utang yang semakin menggunung akan semakin menguntungkan persengkonglan itu. Dan Perkins pun dinyatakan lulus sebagai bandit ekonomi andal berkat kariernya yang sukses di Indonesia.

Perkins merekomendasikan jumlah utang yang disalurkan IMF dan World. Antara lain syaratnya, pemerintah harus menyalurkan 90 persen dari utang ke kontraktor-kontraktor AS untuk membangun berbagai proyek infrastruktur seperti jalan raya atau pelabuhan yang dikerjakan para pejabat tinggi Orde Baru dan keluarganya. Jika Presiden Soekarno menentang kehadiran korporatokrasi, Presiden Soeharto justru sebaliknya. Tak heran utang luar negeri Soekarno tak lebih dari 2,5 milyar dolar AS, sebaliknya utang luar negeri Soeharto lebih dari 100 milyar dolar AS dan utang luar negeri pemerintahan SBY saat ini sebesar Rp 1.878 triliun (posisi pada April 2010).
Konspirasi jahat korporatokrasi dengan kleptokrasi, dapat kita lihat dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton I dan II di Probolinggo Jawa Timur yang nilainya 3,7 milyar dolar AS. Megaproyek ini tidak membawa manfaat bagi rakyat bangsa ini. Mengapa? Sebab harga listrik yang dihasilkan 60 persen lebih mahal daripada di Filipina, atau 20 kali lebih mahal dibandingkan di AS. Dana pembangunan Paiton berasal dari utang yang disalurkan ECA (Export credit agencies) asal negara-negara maju. Korupsi Orde Baru dimulai ketika 15,75 persen saham megaproyek itu disetor kepada kroni dan keluarga Soeharto.

Kontrak-kontrak Paiton, mulai dari pembebasan lahan sampai monopoli suplai batu bara, dihadiahkan tanpa tender kepada konspirasi korporatokrasi dengan kleptokrasi. Setelah rezim Soeharto tumbang, audit BPK menyatakan proyek Paiton sayarat KKN, bahkan nilai proyek Paiton terinflasi 72 persen. Pemerintah-pemerintah pasca Soeharto coba menegosiasi ulang Paiton dengan argumen megaproyek itu adalah hasil KKN. Akibatnya Indonesia selama 30 tahun harus membayar ganti rugi 8,6 sen dolar AS per kWh walaupun kemampuan pemerintah cuma dua sen dolar AS per kWh.

Berbeda dengan Soekarno yang bersikap tegas menghadapi korporatokrasi. Sejak 1951 Soekarno membekukan konsesi bagi MNC melalui UU (Undang-undang) Nomor 44/1960 yang berbunyi, “Seluruh pengelolaan minyak dan gas alam dilakukan negara atau perusahaan negara”. Sejak merdeka, MNC berpegang pada perjanjian let alone agreement yang memustahilkan nasionalisasi dan mewajibkan MNC mempekerjakan pribumi lebih banyak daripada orang asing.

Sikap tegas Soekarno tersebut membuat MNC panik karena laba menurun. Tiga Besar (Stanvac, Caltex dan Shell) meminta negoisasi ulang, namun Soekarno mengancam akan menjual seluruh konsesi ke negara-negara lain jika mereka menolak UU 44/1960. Pada bulan Maret 1963 Soekarno mengatakan, “Aku berikan Anda waktu beberapa hari untuk berpikir dan aku akan batalkan semua konsesi jika Anda tidak mau memenuhi tuntutanku”.



Soekarno menuntut Caltex menyuplai 53 persen dari kebutuhan domestik yang harus disuling Permina (kini Pertamina). Surplus produksi Tiga Besar harus dipasarkan ke luar negeri, dan semua hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Caltex wajib menyerahkan fasilitas distribusi dan pemasaran dalam negeri kepada pemerintah, dan biaya prosesnya diambil dari laba ekspor mereka. Caltex harus menyediakan dana dalam bentuk valuta asing yang dibutuhkan pemerintah untuk membiayai pengeluaran serta investasi modal yang dibutuhkan Permina. Soekarno juga menuntut Caltex menyuplai kebutuhan minyak tanah dan BBM dalam negeri. Formula pembagian laba ditetapkan 60 persen untuk pemerintah dalam mata uang asing dan 40 persen untuk Caltex yang dihitung dalam rupiah. Berbagai tuntutan Soekarno membuat Caltex panik, dan mereka meminta bantuan Presiden AS John F. Kennedy. Padahal pemerintah baru mau menandatangani program paket stabilisasi IMF yang ditawarkan Kennedy.

Sehari setelah penandatangan paket IMF itu, Soekarno menerbitkan Regulasi 18 yang berisi berbagai tuntutannya. Soekarno menolak paket stabilisasi IMF dikaitkan dengan Regulasi 18. Setelah melewati negosiasi alot, Soekarno dan Kennedy menyepakati sistem kontrak karya. Sistem ini menegaskan pemerintah memiliki kedaulatan atas kekayaan minyak bumi sampai komoditas itu diangkut ke tempat penjualan (poin of sale).

MNC cuma berstatus sebagai kontraktor, dan jangka waktu serta area konsesi dibatasi dibandingkan dengan versi let alone agreement. MNC menyerahkan 25 persen area eksplorasi setelah 5 tahun dan 25 persen lainnya setelah 10 tahun. Pembagian laba tetap 60:40 persen. MNC wajib menyediakan kebutuhan pasar domestik dengan harga tetap dan menjual aset distribusi serta pemasaran setelah jangka waktu tertentu. MNC menerima kontrak karya, Kennedy, dan Kongres AS menyetujui paket stabilisasi IMF yang oleh Soekarno diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Nasional (RPN) Ketiga 1961-1969.

Bandingkan kontrak karya dengan sistem PSA (profit sharing agreement) versi Soeharto. PSA seolah-olah menempatkan pemerintah sebagai pemilik, sementara MNC kontraktor. Padahal pada praktiknya MNC yang mengontrol ladang minyak yang mendatangkan laba berlipat ganda. PSA seolah-olah pembagian hasil yang adil, padahal tidak. Klausul stabilisasi PSA mengatakan seluruh UU tidak berlaku bagi kegiatan MNC dalam rangka mencari laba dan tak bisa jadi rujukan jika sengketa terjadi – yang menjadi rujukan hukum internasional yang tak kenal kedaulatan atau kepentingan nasional.

Cerita sukses sistem PSA di Indonesia dipraktikkan korporatokrasi untuk menguasai minyak bumi Irak era pasca Presiden Saddam Husein. Irak diserbu pasukan AS lewat dongeng tentang senjata pemusnah massal yang tak pernah ada untuk membuka jalan bagi masuknya korporatokrasi.

Sabtu, 21 Agustus 2010

JAMALUDDIN MALIK - ARASY MUHKAN MENANG PILKADA

Thursday, 19 August 2010 • DAERAH

Cabup dan Cawabup Partai Kedaulatan Menang Pilkada Sumbawa 2010

MATARAM – Hasil qouick qount (perhitungan cepat) yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Group – Lingkaran Survei Kebijakan Publik (LSKP) untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) Kabupaten Sumbawa putaran kedua yang berlangsung Kamis (19/8-2010) siang tadi, memenangkan pasangan incumbent Bupati Sumbawa Jamaluddin Malik (JM) – Arasy Muhkan meraih 51,31 persen. Sedangkan pasangan Muhammad Amin(Ketua DPD Golkar)– Nurdin Ranggabarani (Ketua DPC PPP) disebut pasangan Annur meraih 48,69 persen.

Perolehan suara menggunakan metodologi sample secara acak tersebut menggunakan teknik penarikan sampel multistage random sampling didapatkan dari 250 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar secara proporsional empat zona yang dipilih dari keseluruhan 862 TPS. Dari 305.183 orang yang berhak memilih, yang mendatangi TPS sebanyak 74,13 persen. Perhitungan yang kami lakukan dari 97,20 persen sampel pada pukul 15.15 waktu setempat. ‘’Walaupun diusung partai gurem ternyata mampu memenangkan pilkada,’’ kata Direktur LSKP Sunarto Ciptoharjono di Hotel Grand Legi Mataram, Kamis (19/8-2010) sore.

Partai yang mendukung JM – Arasy adalah Partai Kedaulatan, Partai Bulan Bintang, PKPI, PDK, PKPB, Partai Patriot. Sunarto menyebut mesin partai besar Golkar dan PPP yang mendukung Annur tidak berjalan efektif.

JM – Arasy menang cukup tinggi di zona I wilayah Tarano, Empang,Plampang, Labangka, Maronge meraih 58,47 persen. Tetapi di tiga zona lainnya yang bersaing ketat dikalahkan pasangan Annur yaitu di Zona II wilayah Lunyuk, Moyo Hulu, Ropang, Lape, Lantung, Lenangguar, Orong Telu Annur memperoleh 50,05 persen – 49,95 persen, Zona III wilayah Sumbawa Besar, Labuan Badas, Batu Lanteh, Moyo Hilir, Unteriwes, Moyo Utara, Lopok 51,01 persen – 48,99 persen, Zona IV wilayah Alas, Alas Barat,
Utan, Buer, Rhee meraih 50,21 persen – 49,79 persen.

Hasil survei yang dilakukan sebelumnya, tingkat pengenalan terhadap JM 94,3 persen, tingkat kesukaan masyarakat 73,4 persen. Sedangkan Arasy Muhkan yang sebelumnya pejabat Asisten I Sekretaris Daerah, 73,0 persen dikenal dan 70,6 persen yang menyukainya. Adapun Muhammad Amin tingkat dikenalnya 73,4 persen dan tingkat kesukaannya 65,1 persen. Adapun calon wakilnya Nurdin Ranggabarani tingkat pengenalannya 85,6 persen dan tingkat kesukaannya 64,0 persen.

Pasangan JM – Arasy sudah kuat sejak pemilukada putaran pertama yang berlangsung 7 Juni 2010 lalu. Dari tujuh pasang calon, JM – Arasy meraih 27,7 persen dan Annur memperoleh suara 26,6 persen.(*)

Sumber: http://lomboknews.com/2010/08/19/jamaluddin-malik-arasy-muhkan-menang-pilkada/

Jumat, 20 Agustus 2010

TAHUN HURA-HURA ELIT POLITIK


"Refleksi tahunan Forum Indonesia untuk TRansparansi Anggaran (FITRA) terhadap Kinerja Anggaran Pemerintah 2009"

Tahun 2009 merupakan tahun perhelatan politik di republik ini. Kebijakan anggaran Siklus lima tahunan ini , lebih banyak dinikmati oleh segelintir elit politik yang menggerogoti anggaran yang bersumber dari keringat rakyatnya. Tidak hanya biaya pesta pemilu yang besar dan boros, oligarki elit politik juga menjadikan anggaran sebagai ongkos politiknya, serta menikmati berbagai kemewahan, dan mengemplang uang rakyat. Dipenghujung tahun 2009, kemenangan incumbent meraup separuh lebih suara pemilih, berimplikasi pada kepercayaan diri rezim mengeluarkan kebijakan yang tidak populis. Pembagian Mobil Mewah Totyota Crown Salon senilai Rp. 1,3 milyar pada seluruh Menteri, sejumlah pejabat Negara dan Pimpinan Legsilatif merupakan pertanda tidak pekanya elit politik negeri ini terhadap penderitaan rakyat yang 14% masih hidup dalam kemiskinan. Begitu juga, rencana kenaikan gaji Menteri dan pejabat Negara mulai tahun 2010, merupakan gambaran Jabatan Negara tidak dipandang sebagai jabatan untuk pengabdian terhadap rakyat, namun justru untuk mencari kerja dengan mengeruk uang rakyat sebesar-besarnya. Oleh karena itu FITRA menyatakan Tahun Anggaran 2009 sebagai tahun “HURA-HURA ELIT POLITIK DENGAN MENGGUNAKAN UANG RAKYAT” Berikut adalah evaluasi FITRA terhadap tahun anggaran 2009:

1. Pesta Pemilu: Ongkos Besar, Boros, Rawan Korupsi + Kinerja Ambaradul.
Dalam dua tahun anggaran, untuk menyelenggarakan Pemilu, KPU memperoleh anggaran fantastis sebesar Rp. 21,9 Triliyun atau meningkat 3 kali lipat lebih besar dari Pemilu 2004. Tidak hanya KPU, anggaran Pemilu juga dijadikan kesempatan untuk bancakan proyek oleh 8 (delapan) Kementerian/Lembaga dengan menelan anggaran Rp. 5 trilyun. Dengan total biaya pesta hampir Rp. 27 trilyun ini seharusnya Pemilu dapat berlangsung dengan baik. Namun apa lacur, biaya besar tidak diiringi dengan kinerja KPU yang menggembirakan. Carut marut DPT, IT Pemilu yang tidak bekerja optimal, jalan-jalan ke Luar Negeri serta terjadinya inefisensi, pemborosan dan dugaan kerugian Negara dalam pengadaan logistik Pemilu sebesar Rp. 284,28 milyar menjadi pertanda bobroknya penyelenggaraan Pemilu sepanjang sejarah Pemilu Indonesia.

2. Ongkos Politik Dari Anggaran Negara.
Kebijakan anggaran 2009 dipergunakan oleh incumbent dan elit politik untuk mempengaruhi Pemilih. Rawannya belanja bantuan social dipergunakan sebagai pork barrel , terbukti pada saat Pemilu Legislatif Anggota Komisi VIII memperoleh voucher dari mitra kerjanya Departemen Agama untuk dibagikan kepada Madrasah-Madrasah daerah Pemilihannya antara Rp. 50 – 75 Juta/ voucher dengan jumlah Rp. 7,3 Milyar. Tidak hanya DPR, Incumbent yang kembali bertarung pada Pemilu 2009 juga menggunakan APBN 2009 untuk mendulang suara rakyat. Pemberian bantuan pupuk senilai Rp. 935 Milyar dan bantuan benih senilai Rp. 1,4 Triliun kepada petani oleh capres incumbent dalam acara Jambore Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu di Jawa Tengah tanggal 8 Juni 2009, dimana dana yang digunakan berasal dari belanja bantuan sosial Departemen Pertanian. Berdasarkan catatan FITRA, anggaran belanja bantuan sosial APBN 2009 yang berpotensi disalahgunakan dan dapat digunakan sebagai alat kampanye terselubung mencapai Rp. 7,05 trilyun yang terdapat di beberapa Kementerian/Lembaga. Hal ini juga diperkuat dengan temuan BPK tahun 2008, terdapat realisasi belanja sosial minimal senilai Rp 3.090.trilyun tidak ,menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Tidak mengherankan Kebijakan kenaikan gaji PNS sebesar 15%, pembagian BLT, dan insentif pajak pendapatan sebesar Rp. 56,3 Trilyun melalui stimulus fiskal, terbukti efektif dipergunakan incumbent menjadi jawara pada Pemilu 2009.

Tidak hanya memeras uang rakyat, Bantuan Partai Politik yang diberikan kepada Parpol berdasarkan jumlah kursi juga tidak dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan hasil audit BPK semester 1 2009 terdapat 49 daerah yang partai-partai politiknya belum memberikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan parpol dari APBD yang membuat lebih dari Rp. 21 Milyar dana APBD tidak dapat dipertanggungjawabkan.

3. Wakil Rakyat Pemeras Keringat Rakyat
Kenaikan anggaran DPR setiap tahun hingga 55% pertahun ternyata tidak berkorelasi positif dengan kinerjanya. Dukungan anggaran selama periode 2005 hingga 2009, DPR telah menghabiskan anggaran mencapai Rp 6,315 triliun atau rata-rata tahunan mencapai Rp 1,263 triliun. Kenaikan jenis penghasilan DPR-pun meningkat dari 8 jenis pada tahun 2005 menjadi 10 jenis pada tahun 2009. Gaji sekelas anggota DPR yang tidak merangkap sebagai pimpinan alat kelengkapan sebesar Rp.59,8 juta. Dengan hari kerja efektif selama 128 hari (setelah dipotong sabtu minggu, libur hari raya, dan masa reses) , maka satu anggota DPR (termasuk yang suka bolos) dihargai Rp. 5,6 Juta per hari. Namun apa lacur, jika dibandingkan dengan fungsi anggaran yang dimilkinya hanya sekedar untuk memperbanyak fasilitas ditubuhnya. Dari RAPBN yang diajukan oleh eksekutif untuk dibahas dan ditetapkan DPR tidak mengalami perubahan signifikan. Tak ayal Fungsi anggara DPR hanya menjadi stempel RAPBN yang diajukan oleh eksekutif.

Tak hanya DPR pusat, DPRD daerah juga ikut-ikutan membangkang dengan mengemplang uang rakyat. Pemberlakukan PP 37/2006 mengenai Tunjangan Komunikasi Insentif dan Penunjang Operasional DPRD yang terlanjur dikucurkan, ternyata sampai saat ini masih banyak anggota DPRD yang tidak membayarkannya. Berdasarkan hasil audit BPK semester I tahun 2009, tercatat masih terdapat 80 daerah dengan total Rp. 117,354 Milyar DPRD yang belum mengembalikan TKI dan Penunjang Operasional. Hal ini karena DPRD merasa dilindungi oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh Mendagri. Oleh karena itu FITRA telah melaporkan Mantan Mendagri Mardiyanto ke KPK pada tanggal 6 November, akibat kebijakan yang dikeluarkan telah menyebabkan kerugian daerah.

4. Penggemukan Anggaran Birokrasi Penegakan Hukum
Tahun 2009 adalah tahun terburuk bagi keadilan. Kriminalisasi pimpinan KPK, kasus nenek minah, makelar kasus Anggodo, dan Prita merupakan deretan panjang potret buram keadilan di Negeri ini. Rentetan kejadian ini ternyata berkorelasi dengan buruknya pengelolaan anggaran di tubuh lembaga penegakan hukum seperti Depkumham, Kejaksaan dan Kepolisian yang lebih banyak tersedot untuk urusan birokarasi, ketimbang menunjang tugas fungsinya. Ironisnya, ketiga lembaga ini, dari tahun-ketahun selalu mendapatkan opini disclaimer dari hasil audit BPK. Departemen Hukum dan HAM dalam kurun waktu 5 tahun terakhir telah mengalami kenaikan yang cukup tajam, jika di tahun 2005 anggaran Depkumham baru sebesar Rp 1,95 triliun, di tahun 2009 telah naik 2 kali lipat lebih, yaitu sebesar Rp 4,57 triliun. Dari hasil analisis terhadap berbagai program Depkumham, anggaran yang dialokasikan untuk gaji,honor dan tunjangan pejabat/pegawai sebesar 35% dari total anggaran. Anggaran yang digunakan untuk belanja administrasi dan aparatur juga cukup besar mencapai 18% dari total anggaran. Sehingga total anggaran belanja yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan birokrasi, administrasi dan aparatur totalnya mencapai 53%. Sisanya sebesar 47% dari total anggaran digunakan untuk program-program yang berhubungan dengan tupoksi Depkumham langsung. Anggaran kepolisian di tahun 2009 sebesar Rp 25,7 triliun, sebagian besar anggaran di tubuh Kepolisian masih diporsikan untuk belanja pegawai sebesar 60,2% (Rp 15,6 triliun) yang tertuang di dalam program kepemerintahan yang baik. Di tubuh Kejaksaan, anggaran yang dialokasikan tahun ini sebesar Rp. 1,98 trilyun, namun anggaran yang diperuntukan bagi kebutuhan aparatur dan birokrasi tersebut mencapai 65,7% dari total anggaran. Untuk belanja pegawai saja telah menghabiskan 50,3% dari total belanja (Rp 1,1 trilun), ditambah dengan belanja operasional dan pemeliharaan perkantoran yang juga cukup besar mencapai 15,4% (Rp 306,3 milyar), sehingga totalnya mencapai Rp 1,3 triliun lebih. Sehingga anggaran yang tersisa dan masih bisa digunakan untuk tugas-tugas tupoksi secara langsung khususnya dalam pelayanan publik hanya sebesar Rp + 694 milyar (34,3%). Untuk Penindakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan mempunyai target 1.967 Perkara dengan alokasi anggaran sebesar Rp 98,7 milyar. Namun Penindakan Kasus Korupsi di 470 kabupaten/kota, dan 34 provinsi oleh kejaksaan tidak memenui target. Pemantauan seknas fitra,di 29 provinsi, dan 140 kabupaten/kota, kejaksaan hanya mampu dalam penindakan kasus korupsi sebanyak 199 kasus. Kemudian, dari 199 kasus ini, tidak terdapat kepala daerah aktif yang bisa ditangkap oleh kejaksaan, dan pangkat yang paling tinggi, yang ditangkap oleh kejaksaan adalah kepala dinas, mantan kepala daerah, dan mantan ketua DPRD.sedangkan untuk kejaksaan agung, kejaksaan agung hanya dapat mengungkap dan dapat membawa ke pengadilan sekitar 16 kasus saja


Proyeksi Kebijakan Anggaran 2010: Anggaran Bertahan Hidup Birokrasi

RAPBN 2010 dibahas oleh para anggota DPR dipenghujung masa jabatannya. Boleh dikatakan penetapan APBN 2010 adalah basa-basi politik semata, karena tidak terdapat perubahan signifikan bahkan diragukan kualitasnya,. Tahun 2010 merupakan konstraksi APBN terkecil dalam 5 tahun terakhir. Belanja Negara hanya naik 0,4%, bahkan pertumbuhan real dengan memperhitungkan inflasi, sebenarnya belanja negara mengalami penurunan sebesar 4.6% atau 46 trilyun dibandingkan APBN-P 2009. Di saat lemahnya kontraksi RAPBN, Pemerintah justru menempuh pengurangan belanja subsidi yang dalam kurun waktu 5 tahun terkahir mendominasi belanja negara sebesar 10% (15,5 trilyun) dan belanja bantuan sosial yang mengalami penurunan 11% (8.6 trilyun). Padahal kedua belanja ini, merupakan belanja pengaman bagi rakyat miskin. Ironinya, belanja pegawai justru meningkat 21% (28 trilyun) dan menduduki peringkat pertama belanja negara. Kenaikan ini dipukul rata kepada seluruh pegawai negeri dan tidak diawali dengan evaluasi atas kinerja pelayanan dan evaluasi atas politik rekruitmen yang tidak memperhatikan kapasitas fiskal. Bahkan para pejabat Negara termasuk Kepala Daerah akan memperoleh kenaikan gaji karena dianggap tidak layak. Dengan demikian, Peningkatan belanja pegawai termasuk kenaikan gaji menteri dan pejabat Negara lainnya yang akan dinaikan per tahun 2010 telah mengorbankan anggaran bagi rakyat miskin.

Pada tingkat daerah, Tahun 2010 merupakan tahun ancaman kebangkrutan yang akan terjadi pada berbagai daerah. Implikasi lebih luas kenaikan gaji PNS berturut-turut 15 % tahun 2009 dan 5% di tahun 2010, serta rekrutment PNS menyebabkan beban keuangan daerah yang membengkak untuk membiayai birokrasi. Ditambah dengan kenaikan Gaji Kepala daerah, maka dapat dipastikan sekitar 16.000 anggota DPRD-pun akan memperoleh kenaikan Gaji, mengingat parameter yang digunakan adalah besaran Gaji Kepala Daerah. Berdasarkan pantauan FITRA pada beberapa daerah, belanja tidak langsung APBD 2010 mengalami kenaikan rata-rata menjadi 80%. Sementara sisanya 20% APBD tidak akan berarti apa-apa untuk melaksanaka pembangunan dan melayani masyarakat di daerah. Bahkan pada beberapa daerah yang akan melaksanakan Pilkada dengan biaya Rp. 25 Milyar sampai Rp. 35 Milyar per Kab/Kota kekurangan pendanaan untuk melaksanakan dan kembali mengorbankan alokasi belanja untuk publik. Kebijakan Departemen Keuangan yang hanya berorientasi pada aspek administrative dengan batas waktu penetapan jadwal APBD juga menyebabkan kualitas APBD yang meragukan. Daerah berlomba-lomba menetapkan APBD tepat waktu, karena ingin memperoleh insentif fiscal atau taku dipotong dana perimbangannya apabila terlambat menetapakan. Akibatnya, DPRD yang sebagian besar berwajah baru, tidak mampu mempergunakan fungsi anggarannya.

Berkaitan dengan hal di atas, FITRA memproyeksikan kebijakan anggaran 2010 tidak lebih sekedar anggaran untuk mempertahankan hidup birokrasi tanpa mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat.

=== Secara lengkap dapat dilihar pada Laporan Tahunan FITRA 2009 =====

Diah Y. Raharjo
Ketua Dewan Nasional
FITRA

Siaran Pers FITRA RITUAL NOTA KEUANGAN RAPBN 2011 : 65 TAHUN INDONESIA MERDEKA, TERANCAM INSKONSTITUSIONAL


Anggaran (baca: APBN) yang disusun setiap tahun digunakan untuk mencapai tujuan bernegara sebagaimana yang tercantum dalam pasal 23 ayat 1 Anggaran digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini tergambarkan dari potret anggaran kita yang meningkat 100% lebih pada tahun 2005 sebesar Rp. 509,6 trilyun menjadi Rp. 1.202 trilyun pada RAPBN 2011.Namun peringkat Indeks Pembangunan Manusia kita terus terpuruk, Tahun 2006, Indonesia berada di peringkat ke-107, merosot ke peringkat ke-109 pada tahun 2007-2008, dan pada 2009 menjadi peringkat ke-111. Bahkan lebih buruk dari peringkat Palestina (110) dan Sri Lanka (102) yang sedang dilanda konflik. Hal ini menunjukan peningkatan anggaran Negara belum sepenuhnya efektif memenuhi amanat konstitusi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, selama 65 tahun Indonesia Merdeka. Penyampaian Pidato Nota Keuangan oleh Presiden SBY tidak mencerminkan kondisi ril bangsa Indonesia. Lebih sekedar kosmetik politik dengan menyampaikan kondisi yang baik saja. Kenaikan belanja sebesar Rp. 76 trilyun dari pagu APBNP 2010 menjadi Rp. 1.012, dengan defisit Rp. 115,7 trilyun, merupakan nafsu belanja untuk sekedar mencari justifikasi untuk berutang. Pasalnya kenaikan belanja setiap tahunnya tidak disertai kemampuan penyerapan anggaran yang optimal. Berdasarkan laporan semester I realisasi belanja Pemerintah Pusat baru mencapai 30%, bahkan belanja modal baru terealisasi 16%. Dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Pemerintah mengklaim meningkatkan belanja modal menjadi Rp. 121,7 trilyun. Sesungguhnya dari segi komposisi belanja menurut jenis, belanja modal belumlah menjadi prioritas. Pasalnya, belanja modal adalah belanja terkecil dibandingkan belanja subsidi (Rp. 184,8 T), belanja pegawai (Rp.180,6 T) dan belanja barang (Rp. 131,5 T). Angin segar kenaikan gaji PNS dan TNI/POLRI justru berimplikasi pada membengkaknya belanja pegawai dibandingkan pekerjaan yang harus dilakukan. Belanja Negara untuk pembangunan tidak sebanding dengan "ongkos tukang" yang semakin meningkat tajam. Pada sisi lain kenaikan ini akan turut mendongkrak inflasi kenaikan harga bahan pokok, terutama paling dirasakan oleh rakyat non PNS. Hal ini diperparah dengan belum dialokasikannya jaminan social untuk memenuhi amanat pasal 28 H ayat (3) konstitusi, sebagai safety net akibat inflasi. Pemerintah juga mengklaim anggaran transfer ke daerah meningkat secara tajam dari kurun waktu 2005-2011. Akan tetapi, secara proporsional kenaikan transfer daerah sesungguhnya stagnan dikisaran 30-31%. Bahkan pengalihan dana BOS sebagai belanja transfer daerah, hanyalah kamuflase komitmen Pemerintah Pusat, karena daerah hanya sekedar mencatat saja pada APBDnya, tanpa memiliki diskresi fiscal. Pemerintah juga belum memprirotaskan kesehatan pada APBN 2011 yang hanya dialokasikan 11,5 trilyun atau 1% dari APBN, jauh dari amanat UU pasal 171 UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dibandingkan dengan Philipina yang memiliki pendapatan per kapita lebih rendah dari Indonesia, telah mengalokasikan belanja kesehatannya 3% dari PDB. Padahal, dalam belanja fungsi kesehatan terdapat 5 (lima) indicator MDGs ; Gizi buruk, Kematian Ibu, Kematian Anak, HIV AIDS dan penyakit menular, serta sanitasi air bersih. Berangkat dari persoalan di atas, Seknas FITRA memandang RAPBN 2011 hanya sebatas ritual tahunan kosmetik politik, karena setelah 65 tahun Indonesia Merdeka anggaran masih jauh dari tujuan bernegara dalam memenuhi amanat kosntitusi. Oleh karenanya RAPBN 2011 terancam kembali inskontitusional seperti APBN sebelum sebagai instrumen untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk itu, FITRA meminta DPR untuk melakukan perombakan terhadap postur RAPBN 2011 dan melakukan proses pembahasan secara terbuka pada semua tingkatan (komisi, Banggar, Panja). FITRA bersama koalisi LSM akan kembali mengajukan judicial review UU APBN, sebagaimana yang telah kami lakukan pada UU No 2 APBN P 2010, pada tanggal 16 Agustus lalu. Jakarta, 18 Agustus 2010 (By: Diah Raharjo)

Sumber: http://www.facebook.com/talib.tata#!/note.php?note_id=422016477403&comments&ref=notif¬if_t=note_reply

Rabu, 18 Agustus 2010

Perjuangkan Kedaulatan Rakyat



In Memorial H. Ibrahim Basrah, SH dalam Pembekalan Caleg Partai Kedaulatan

edisi: 11/Mar/2009 wib

PANGKALPINANG, BANGKA POS - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Kedaulatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Senin (9/3) bertempat di Hotel Jati Wisata Pangkalpinang, menggelar pembekalan terhadap para caleg mereka yang akan maju dalam Pemilu 9 April mendatang.

Kegiatan yang diikuti puluhan calon legislatif dan jajaran pengurus DPC Partai Kedaulatan se Babel ini dihadiri Ketua Umum sekaligus pendiri Partai Kedaulatan, H Ibrahim Basrah SH, Ketua DPP Partai Kedaulatan bidang strategi pemenangan Pemilu Restianrick Bachsjirun, Ketua DPP bidang politik dan kaderisasi Deny M Cilah SE SH MSi, Sekretaris DPP Erlin Susilasari dan Edi Prasetio.

Ketua Umum DPP Partai Kedaulatan H Ibrahim Basrah SH mengungkapkan Partai Kedaulatan didirikan pada tanggal 2 Oktober 2006 dan berazazkan Pancasila.

Mengenai latar belakang pendirian Partai Kedaulatan, Ibrahim Basrah menjelaskan dari hasil kajian UUD 1945 hasil amandemen menyatakan kedaulatan ada di tangan rakyat.

Ia menjelaskan Partai Kedaulatan bukan sekadar menyemarakkan pesta demokrasi tetapi menjadi wadah aspirasi rakyat untuk mencapai kedaulatannya.

Kedaulatan penting karena jika masyarakat telah berdaulat, maka sudah pasti akan sejahtera dan merdeka. Sebaliknya, kesejahteraan saja tidak menjamin kedaulatan.

Basrah menambahkan, dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia, dari sekian banyak parpol belum ada yang fokus untuk mengkaji dan memperjuangkan kedaulatan rakyat.

Untuk itu perlu lahirnya sebuah partai untuk betul-betul fokus dalam mempejuangkan kedaulatan rakyat.

“Partai Kedaulatan memiliki beban yang berat karena harus konsisten kepada UUD 1945 dan betul-betul mengimplementasikannya,” imbuh Basrah.

Menurut Basrah, kepengurusan Partai Kedaulatan saat ini sudah terbentuk di 33 provinsi, 471 kabupaten dan 4.725 kecamatan, 60.137 desa dan 720.375 pengurus dengan anggota 525.015 orang.

“Target kita dalam pemilu legislatif ini antara 5 sampai 7 persen. Terus terang saja Partai Kedaulatan itu betul-betul memberikan semangat kemandirian kepada para kadernya.

Jadi DPP belum pernah memberikan bantuan kepada daerah-daerah baik DPD maupun DPC, tetapi dengan semangat kemandirian mereka membangun partai, sadar bahwa perjuangan kita adalah perjuangan kedaulatan bagi rakyat,” papar Basrah.

Soekarno-Hatta menurut Basrah berhasil memproklamirkan kemerdekaan RI dan berhasil menyampaikan kepada dunia bahwa Indonesia telah memiliki kedaulatan teritorial dari Sabang sampai Merauke dan tidak bisa dijajah lagi.

“Sekarang setelah 64 tahun yang kita perjuangkan ini adalah kedaulatan rakyat dalam berbagai aspek.

Terus terang saja kedaulatan rakyat yang baru terwujud baru sesuai ketentuan pasal 6 UUD yaitu kedaulatan politik dimana rakyat langsung memilih presiden dan wakil presiden, kepala daerah.

Tetapi kedaulatan dibidang ekonomi sesuai dengan pasal 33, sesuai dengan ketentuan pasal 27 bagaimana hak warga negara memperoleh pekerjaan yang layak, apalagi pasal 34 tentang jaminan sosial belum sepenuhnya terlaksana,” kata Basrah.

Rustam SAg, Ketua DPC Partai Kedaulatan Kabupaten Bangka mewakili ketua DPD Partai Kedaulatan Provinsi Babel kepada harian ini mengatakan kegiatan tersebut adalah pembekalan terhadap para caleg Partai Kedaulatan di Babel dengan melibatkan jajaran pengurus seluruh DPC Partai Kedaulatan di Babel.

“Tujuan kegiatan ini yang pertama adalah untuk memperkenalkan figur-figur dari Partai Kedaulatan baik di pusat maupun daerah dan memperkenalkan kepada masyarakat Babel bahwa Partai Kedaulatan di Babel akan berkembang dengan pesat dan memiliki caleg-caleg yang dikenal masyarakat,” kata Rustam.

Pria yang dipercaya menjadi caleg DPRD Provinsi Babel dari Daerah Pemilihan III Bangka Barat ini menjelaskan, sesuai dengan tujuan didirikannya Partai Kedaulatan yaitu, memperjuangkan kedaulatan rakyat, maka para caleg dan kader dituntut untuk bersungguh-sungguh memperjuangkannya.

“Kita menawarkan perubahan menuju ke arah yang lebih baik di masyarakat sesuai dengan prinsip Partai yaitu, perubahan yang dilaksanakan oleh rakyat,” tandas Rustam. (wan/adi)

Sumber: http://cetak.bangkapos.com/communitynews/read/18654/Perjuangkan+Kedaulatan+Rakyat.html

Senin, 09 Agustus 2010

Ada Fakta Menarik Tentang Otak Ketika Bersedekah


Menurut sebuah penelitian di Amerika Serikat tanpa pandang agama yaitu ketika semua responden diberi sejumlah uang lalu dicatat aktifitas otak ketika senang menerima uang. Siapa sih yang tidak senang diberi uang?

Para ahli mencatat ada bagian tertentu pada otak yang "menyala" ketika senang menerima uang.

Setelah itu ditanya: uangnya mau dipakai sendiri atau mau didonasikan secara anonim? Responden bebas memilih. Responden yang jawab pakai sendiri uangnya, tidak terjadi apa-apa di otaknya. Tapi hal menakjubkan terjadi pada mereka yang menjawab akan mendonasikan uangnya.

Mereka yang jawab akan mendonasikan uangnya, otaknya kembali "menyala". Persis di tempat yg sama dengan pada saat mereka senang terima uang.

Kesimpulannya: Sedekah dengan ikhlas memberikan rasa SENANG yg sama dengan ketika menerima uang.

Bisa disimpulkan juga, kesenangan untuk bersedekah (filantropi) berlaku universal.


Jadi jika pada saat tanggal tua seperti sekarang merasa “tidak bahagia” karena kurang/tidak punya uang, BERSEDEKAHLAH. Maka kita akan merasa tanggal muda lagi.

Lalu kata ustadz sedekah bikin kaya, apakah benar? Nah, penelitian neuroecenomics berikutnya menjawab pertanyaan tersebut :

Beberapa penelitian lain meneliti hubungan SENANG dgn KAYA. Ribuan mahasiswa baru ditanya apakah mereka termasuk orang yang bahagia atau tidak bahagia. 15-20 thn kemudian, setelah mahasiswa itu lulus & mulai mapan, ditanya kembali berapa penghasilan mereka sekarang. Ternyata, responden yang dulunya MERASA BAHAGIA kini berpenghasilan rata-rata 31% lebih tinggi daripada yang dulunya MERASA TDK BAHAGIA. 300 karyawan di 3 perusahaan berbeda di Amerika disurvey tentang level bahagia mereka lalu diranking & dicatat penghasilannya masing-masing. 18 bulan kemudian ditanya lagi berapa gajinya.

Ternyata, semakin MERASA BAHAGIA, semakin tinggi juga kenaikan penghasilan mereka. Penelitian lain membuktikan, perusahaan dengan CEO yang periang memiliki kinerja keuangan yang lebih baik daripada CEO yang pemurung.

Terbukti secara ilmiah: SEDEKAH --> BAHAGIA--> KAYA

Maka pesan moralnya adalah : jika kita sulit MERASA bahagia, bahagiakanlah orang lain (sedekah), insya Allah kita akan merasakan bahagia.


Kalau Anda mengejar harta agar bisa bahagia, bersiaplah untuk kecewa. Kalau Anda merasa bahagia dengan apa yang ada, bersiaplah untuk kaya.

sumber http://wahw33d.blogspot.com/2010/07/ada-fakta-menarik-tentang-otak-ketika.html#ixzz0w6YoGirF

Sabtu, 07 Agustus 2010

Dukungan Hanura dan Barnas tak Sah
SOBAT Kehilangan Dua Parpol


palopopos.co.id - RANTEPAO-- Pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati, Frederik Batti Sorring dan Frederik Buntang Rombelayuk (SOBAT) hampir pasti kehilangan dua partai pendukung dalam Pilkada Toraja Utara yang akan digelar 11 November. Berdasarkan surat pemberitahuan hasil verifikasi partai politik dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Toraja Utara, dukungan dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Partai Barisan Nasional (Barnas) kepada pasangan ini, dinyatakan tidak sah. Pada pendaftaran pasangan SOBAT, 12 Juli lalu, dua partai tersebut ikut dalam koalisi 8 partai pendukung.

Sementara itu, tiga partai koalisi lainnya yang juga memberikan dukungan ganda, seperti PKPI, Partai Kedaulatan, dan PPIB dinyatakan tidak bermasalah. Diakui Sekretaris DPC Partai Kedaulatan Toraja Utara, Pither Rantetondok, saat ditemui di Gedung DPRD Toraja Utara, Sabtu (31/7), bahwa dukungan partainya kepada SOBAT sudah tidak ada masalah.

Menurut Pither, sesuai dengan berita acara verifikasi KPUD Toraja Utara nomor 014/KPU-TU.1/VII/2010, Partai Kedaulatan tidak termasuk dalam kategori partai yang dukungannya bermasalah.

"Berdasarkan hasil verifikasi ini berarti kami adalah pengurus DPC yang sah dan dukungan yang kami berikan kepada pasangan Frederik Batti Sorring dan FB Rombelayuk adalah sah adanya, tidak ada dukungan ganda" tegas Pither sambil memperlihatkan surat tembusan pemberitahuan hasil verifikasi dari KPUD Toraja Utara.

Dijelaskan Pither, kepengurusan DPC Partai Kedaulatan Toraja Utara yang sah adalah Marthen Luther Donga sebagai ketua dan Pither
Rantetondok sebagai sekretaris. Dengan demikian dia meminta oknum-oknum yang selama ini mengatasnamakan Partai Kedaulatan untuk mendukung pasangan lain, untuk segera menghentikan semua aktivitasnya.

"Jika tidak, pengurus DPC Partai Kedaulatan akan menempuh jalur hukum, karena mereka sudah menciderai nama baik partai," tegasnya.

Pada proses pendaftaran bakal pasangan calon, beberapa waktu lalu, Partai Kedaulatan yang memiliki satu kursi di parlemen Toraja Utara, juga diklaim oleh pasangan Bride S Allorante dan John OS Bari. Dengan keluarnya hasil verifikasi ini, Pither meminta kepada pasangan Bride-John untuk mencabut atribut Partai Kedaulatan dari alat peraga kampanye, seperti baliho dan kalender.

"Saya meminta kepada pasangan Pak Bride dan Pak John untuk tidak lagi menggunakan atribut Partai Kedaulatan dalam alat-alat peraga sosialisasi mereka," ujar Pither.

Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) Partai PKPI, Joni Karnelius Tondok, bahwa dirinya sudah menerima salinan berita acara hasil verifikasi parpol dari KPUD Toraja Utara. JK, begitu dia biasa disapa, juga mengungkapkan bahwa dukungan PKPI kepada pasangan SOBAT tidak bermasalah.

"Dari dulu memang tidak ada masalah, hanya saja kita berikan kesempatan kepada KPU untuk bekerja. Hasilnya sekarang kan tidak ada masalah, partai kami tetap mendukung pasangan SOBAT," jelas anggota DPRD Toraja Utara itu.

Dijelaskan, JK, hasil verifikasi KPU itu sekaligus menegaskan bahwa Wilem Ganna Toding dan JK Tondok adalah ketua dan sekretaris DPK PKPI yang sah, yang berhak mengajukan bakal pasangan calon bupati dan wakil bupati ke KPUD. "Yang jelas dukungan yang kami berikan kepada pasangan SOBAT sudah melalui mekanisme interen partai dari berbagai tingkatan," katanya. Sebelumnya, PKPI juga diklaim oleh pasangan Agustinus La'lang - Benyamin Patondok.

Sekadar mengingatkan, ada delapan partai politik yang memberikan dukungan ganda pada pendaftaran bakal pasangan calon bupati dan wakil bupati Toraja Utara, beberapa waktu lalu. Selain PKPI, Partai Kedaulatan, Barnas, Partai Hanura, dan PPIB, masih ada tiga partai lainnya, masing-masing PPRN, PDS, dan PKDI. (kim/ikh)

DPC PARTAI KEDAULATAN KUTIM
Optimis Isran Noor dan Ardiansyah Sulaiman
Memenangi Pemilukada Kutim Satu Putaran


SANGGATTA - Partai Kedaulatan sebagai salah satu peserta Pemilu 2009 yang berhasil meraih 2 kursi di DPRD Kabupaten Kutai Timur (Kutim), dalam Pemilukada Kutim (2011) ini optimis mengusung pasangan incumbent Isran Noor dan Ardiansyah Sulaiman yang menggelar deklarasi pencalonan mereka pada Kamis 5 Agustus lalu di lapangan Swarga Bara.

Isran Noor selain didukung oleh Partai Kedaulatan (2 kursi), juga oleh tujuh partai lainnya yaitu: Demokrat (5 kursi), PKS (2 kursi), PKPI (2 kursi), PDIP (2 kursi), PKB (1 kursi), PAN (2 kursi) dan PPP (2 kursi). Seluruh partai pendukung tersebut telah menyampaikan dukungannya secara resmi dengan mendaftarkan pasangan incumbent tersebut ke KPU Kabupaten Kutai Timur pada Kamis 5 Agustus kemarin. Beberapa tokoh nasional partai pendukung juga nampak hadir dalam acara deklarasi Isran Noor tersebut. Diantaranya Ketua Umum Partai Kedaulatan Denny M. Cilah dan Sekretaris Jenderal nya Restianrick Bachsjirun, Dewi Yul dari PPP serta tokoh nasional lainnya.

Ketua DPC Partai Kedaulatan Kutim H. Abdal Nanang ketika ditanyakan peluang pasangan incumbent ini dalam Pemilukada kali ini, ia mengatakan: “optimis pasangan ini dapat memenangi Pemilukada dengan satu putaran”, katanya. Oleh sebab itu ia akan mengkoordinasikan seluruh komponen kekuatan DPC Partai Kedaulatan Kutim, baik pengurus DPC, DPAC, Ranting dan simpatisian Partai Kedaulatan se-Kutim untuk full power mensukseskan kemenangan bagi pasangan incumbent tersebut,tegasnya”. (*Reb/6/8/10)

Kamis, 15 Juli 2010

PARTAI KEDAULATAN PASTIKAN MENJADI PESERTA PEMILU 2014


Mencermati perkembangan perpolitikkan nasional dan jalannya pemerintahan SBY-Boediono, sungguh kita harus prihatin. Mengapa? Hampir semua lembaga dan badan-badan negara mengalami proses "pembusukkan", mulai dari institusi DPR, Kepolisian, MA,KEJAKSAAN, KPK, KPU, PERPAJAKKAN, BANK, PERADILAN, Organisasi Advokat, bahkan Partai Politik pun tidak luput dari proses tersebut.

Partai Kedaulatan, sebagai salah satu peserta Pemilu 2009 yang lalu, sangat mencemaskan keadaan tersebut di atas. Oleh sebab itu dalam RAKERNAS pertama Partai Kedaulatan yang direncanakan pada bulan September mendatang hal tersebut akan menjadi pembahasan utama dalam RAKERNAS dimaksud. Dan sekaligus akan membulatkan tekad untuk melakukan Perubahan dengan memperkuat infrastruktur Partai hingga pada tingkat kelurahan untuk menghadapi Pemilu 2014 mendatang. Bahkan Partai Kedaulatan sedang menyiapkan Kepemimpinan Nasional yang kuat, paham akan detailnya UUD Tahun 1945 yang nantinya akan ditawarkan kepada Rakyat Bangsa ini pada Pemilu 2014, yang tentunya diharapkan dapat melakukan Perubahan untuk kehidupan Masa depan Indonesia yang lebih baik, sejahtera dan berkeadilan. Hal ini bukanlah baru sebatas wacana, mengapa? Karena Partai Kedaulatan dipastikan menjadi salah satu peserta Pemilu 2014 mendatang. Hal ini sebagaimana dijamin dalam Pasal 8 ayat (2) UU No.10 Tahun 2008 menegaskan, “Partai politik peserta pemilu pada pemilu sebelumnya dapat menjadi peserta pemilu berikutnya”.

Jika saat ini ramai dengan wacana penyederhaan Partai dengan metode menaikkan ambang batas parlemen dari 2,5 persen menjadi lima persen. Tetap saja Partai Kedaulatan dipastikan ikut Pemilu 2014 mendatang.

Penetapan ambang batas parlemen dari 2,5 persen menjadi lima persen sama sekali tidak menjamin penyederhanaan partai politik di Indonesia, karena UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD sama sekali tidak mendukung parliamentary thershold.

Pengamat hukum dan politik dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Nicolaus Pira Bunga, mengatakan dalam Pasal 8 ayat (2) UU No.10 Tahun 2008 menegaskan, “Partai politik peserta pemilu pada pemilu sebelumnya dapat menjadi peserta pemilu berikutnya”.

“Yang dimaksud dengan pemilu sebelumnya adalah pemilu mulai Tahun 2009 dan seterusnya. Dengan demikian maka parpol yang tidak mencapai ambang batas parlemen lima persen pada Pemilu 2009, tetap berhak untuk mengikuti pemilu 2014,” katanya di Kupang, Senin.

Pira Bunga mengatakan dengan adanya ketentuan UU tersebut maka 34 partai politik yang ikut serta dalam Pemilu 2009 tetap mengambil bagian pada Pemilu 2014, sekalipun tidak mencapai ambang batas parlemen lima persen.

Menurut dia, bentuk penyederhanaan partai politik lewat ketentuan ambang batas parlemen itu juga bertentangan dengan Pasal 28 UUD Negara RI 1945 tentang kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.

“Jika semua orang memahami bahwa kebebasan berserikat itu tidak hanya melalui partai politik, barangkali harapan menuju penyederhanaan parpol dengan ketentuan ambang batas parlemen lima persen itu bisa terlaksana,” katanya.

Terkait dengan penyederhanaan sekaligus mengupayakan fungsi partai politik dengan baik, kata Pira Bunga, pemerintah dan DPR perlu bersepakat untuk menentukan satu angka ambang batas parlemen yang menjadi pedoman serta pegangan bagi rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. (Sumber: http://matanews.com/2010/06/08/pt-tidak-menjamin-penyederhaan-parpol/(*an/ham)

Rabu, 14 Juli 2010

Seleksi Alamiah Partai Politik Penting

Jakarta, 14 Juli 2010 - Penyederhanaan sistem multipartai tidak perlu dilakukan dengan terlalu membatasi ambang batas di parlemen menjadi 5 persen karena dapat melanggar prinsip konstitusi. Dengan ambang batas 2.5 persen saat ini, penyederhanaan sistem multipartai dapat dilakukan secara alamiah.

Hal itu diungkapkan pakar hukum tata negara Saldi Isra di sela-sela Konferensi Ke-7 Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Asia dengan tema "Hukum Pemilihan Umum” di Jakarta, Selasa (l3/7). Dalam acara itu, beberapa hakim MK atau lembaga sejenis dari sejumlah negara tampil sebagai narasumber.

”Ambang batas itu pilihan politik. Kalau ada pilihan politik, itu tak boleh menyalahi prinsip konstitusi. Jika pilihan politik mengalahkan prinsip dasar konstitusi, itu tidak dapat diterima dan bisa menjadi wilayah pengujian," kata Saldi.

Saidi menilai, ambang batas 2,5 persen di parlemen sudah ideal. Ambang batas di parlemen jangan terlalu dibatasi dengan merekayasa produk hukum.

"Kita dapat mencapai dua atau tiga partai melalui proses alamiah. Jangan hukum terlalu merekayasa,” kata Saldi. Pemilih pada akhirnya akan menentukan mandat diberikan kepada partai yang mana.

Saldi mengakui, ambang batas 2,5 persen di parlemen itu juga pembatasan. Namun, pembatasan itu masih rasional. ”Rasional itu dinilai dengan kacamata konstitusi," katanya.

Hakim MK Jerman. Rudolf Mellinghoff, menambahkan, MK Jerman pernah memutuskan, pengunaan media elektronik, yaitu komputer, dalam pemilu tidak konstitusional dan melanggar prinsip dasar pemilu.

"Kalau pemungutan suara dilakukan dengan komputer, masyarakat tak bisa mengawasi proses penghitungan suara dilakukan," kata Mellinghoff. Namun, tak berarti komputer tak boleh dipakai dalam pemilu. (sumber: Kompas)

Kamis, 06 Mei 2010

Bank Dunia & Korupsi

KREDIBILITAS lembaga-lembaga internasional termasuk Bank Dunia (BD) dan IMF semakin dipertanyakan. Dalam acara The World Debate membahas peran BD dalam memerangi kemiskinan yang diselenggarakan TV BBC pada 7 Oktober 2007 yang diikuti Sanjay Pradhan (Bank Dunia), Tajudeen Abdul Rahim (UN Millinneum Campaign-Africa), Paul Skinner (Chairman Rio Tinto), Ashraf Ghani (mantan Menteri Keuangan Afganistan) dan Prof. Jagdish Bhagwati, Ekonom dari Columbia University USA, banyak butir-butir menarik dan kritis yang dibahas.

Misalnya, sebagai lembaga dunia yang mengurus kemiskinan di dunia ketiga (negara-negara berkembang) mengapa BD harus selalu dipimpin orang Amerika tunjukan Gedung Putih? Penunjukan itu semakin menguatkan kenyataan selama ini bahwa BD adalah kepanjangan tangan tak langsung Pemerintah Amerika Serikat (biasanya melalui tangan Departemen Keuangannya) untuk mengarahkan BD atau memutuskan Go atau tidaknya policy & program BD.

Dominasi Pemerintah Amerika Serikat ini semakin terasa menjadi-jadi dalam masa pemerintahan George W Bush ketika Presiden Bank Dunia yang katanya lembaga ekonomi itu dipimpin oleh politisi pecandu perang bukan oleh seorang ekonom. Pertama, Presiden George W Bush berhasil menunjuk kroninya Paul Wolfowitz sebagai Presiden Bank Dunia. Namun karena terlibat skandal KKN, Paul Wolfowitz dipaksa mengundurkan diri. Kedua, sebagai penggantinya, Presiden George W Bush menunjuk Robert Zoellick yang juga arsitek perang Irak yang brutal dan gagal itu. Dilihat dari proses penggantian/penunjukan dan siapa yang ditunjuk ini saja sulit bagi kita untuk menyangkal bahwa lembaga Bank Dunia akan tetap dan terus menjadi kepentingan politik Gedung Putih.

Kembali ke The World Debate di atas, para panelis pada umumnya memberikan saran dan kritik pada BD seperti, good governance, transparency, peningkatan kelancaran investasi, dan pemberantasan KKN di negara-negara yang mendapatkan pinjaman dari BD, dengan menyetop bantuan atau pinjamannya itu. Alasannya karena pinjaman itu justru semakin memarakkan korupsi di negara debitor tetapi rakyatnya yang harus membayar kembali pinjaman tersebut. Meski proyek atau programnya gagal, dalam kenyataannya BD tak mau tahu, yang penting debitor harus membayar kembali pokok pinjaman beserta bunganya sesuai jadwal. Menanggapi tuntutan tersebut Sanjay Pradhan (Bank Dunia) menegaskan bahwa tujuan utama BD adalah memerangi kemiskinan dan karena itu tetap memberikan pinjaman ke negara yang diketahuinya korup.

Mengapa BD ngotot tetap menyalurkan pinjamannya pada negara-negara yang dikenal korup termasuk Indonesia? Bukankah itu tidak sejalan dengan tujuan keseluruhan (bukan sepotong-sepotong) pendirian Bank Dunia? Bagaimana dengan program good governance, transparency, efisiensi, clean government, dan institutional capacity building bila dananya dikorupsi? Bukankah penyaluran dana pinjaman kepada rezim yang korup itu menyakitkan rakyat setempat? Bukankah sebuah negeri tidak akan bisa adil makmur bila birokrasi pemerintahannya sarat dengan korupsi? Atau seperti kata Prof. J Bhagwati bahwa demokrasi tidak akan tumbuh dan berkembang sebelum diperoleh sukses dalam bidang ekonomi.

Dan kita tahu bahwa sukses ini tidak akan terwujud bila pemerintahnya korup. Singkat kata, kita seharusnya tidak berkompromi dengan korupsi apalagi lembaga internasional seperti Bank Dunia. Dengan perkataan lain sungguh sulit bagi kita memahami semangat menggebu-gebu Bank Dunia untuk tetap menyalurkan uangnya ke negara-negara korup bila tidak ada sesuatu yang terselubung alias udang dibalik batu.

DARI pengalaman dan pengamatan selama ini sebenarnya tidak susah memahami kenapa Bank Dunia (BD) tetap aktif memberikan loan pada negara-negara korup? Pertama, demi eksistensi BD itu sendiri, yaitu harus tetap memberikan pinjaman sehingga memperoleh pengakuan atas kehadirannya. Kedua, demi memperoleh penghasilan bunga untuk membiayai operasionalnya. Ketiga, untuk mengemban misi atau kepentingan Pemerintah Amerika Serikat dan Multi National Corporation tertentu. Keempat, untuk kepentingan kontraktor/ konsultan langsung maupun tidak langsung projek-projek BD yang dalam banyak hal sering orang dalam BD sendiri atau kroninya. Kelima, untuk mengembangkan karir dan ambisi pejabat-pejabat BD sendiri.

Tidak selalu kepentingan asing yang dititipkan kepada BD itu buruk bagi negara debitor. Meski begitu negara debitor harus selalu waspada, kritis, dan berani bersikap atau menentukan pilihannya sendiri. Contoh kepentingan asing (bukan kepentingan nasional negara debitor) sebagai berikut. Dua puluh lima tahun yang lalu ketika saya kuliah di Amerika Serikat, dosen saya menceritakan sebuah projek BD untuk pengadaan air bersih yang sangat dibutuhkan di India terpaksa dibatalkan karena pemerintah AS tidak setuju dengan alasan yang tidak dijelaskan. Tetapi publik tahu karena Pemerintah India saat itu sedang berhubungan mesra dengan Uni Soviet, musuh perang dingin AS.

Contoh lain Indonesia pernah ditekan membuka kembali ekspor kayu gelondongan yang jelas merugikan kita. Atau pinjaman BD yang digunakan untuk meningkatkan penerimaan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) sektor pedesaan yang besarnya 500 persen dari penerimaan PBB pedesaan (yang logis biaya untuk peningkatan penerimaan PBB tidak lebih dari 10 persennya). Begitu pula dengan proyek-proyek non fisik (konsultasi dan institutional devolopment, technical assistance dan lain-lain) yang umumnya gagal atau sekurang-kurangnya tidak membawa perubahan/perbaikan yang berarti sementara kita tetap harus membayar pinjaman dan bunganya.

Program dan projek yang dibiayai dari dana pinjaman BD banyak yang berasal dari inisiatif kreditor atau kroninya, dan mereka pula yang menikmatinya. Seperti dikatakan Tajudeen Abdul Rahim, local initiatives sangat minim. Banyak negara debitor difungsikan sebagai arena uji coba dengan biaya (utang) yang ditanggung debitor. Karena itu tidak mengherankan bila banyak sekali negeri yang telah lama menjadi pasien BD tetapi tetap saja miskin, korup, dan tidak mengalami perubahan yang berarti kecuali bertambah hutangnya. Logis, karena mana mungkin bisa menghapuskan kemiskinan dinegara yang korup.

Bank Dunia tidak akan menghentikan pinjamannya pada negeri-negeri yang dikenal tinggi tingkat korupsinya. Sebagian besar pinjaman BD justru disalurkan ke negeri-negeri korup. Dengan demikian menghentikan pinjaman kepada mereka sama saja mematikan bisnis BD itu sendiri. BD justru akrab dengan KKN. Artinya, pada negeri-negeri yang tinggi tingkat korupsinya itu lebih mudah bagi BD untuk mengatur segala sesuatunya sepanjang BD tidak terlalu usil dengan praktek korupsi yang berlangsung di negeri itu.
Dengan perkataan lain, rupanya negeri-negeri yang bersih dari korupsi justru menghindari berhubungan dengan BD. Tentu hipotesa-hipotesa ini perlu diuji keakuratannya secara statistik, meski secara kasat mata, fakta dan angka yang ada nampaknya hipotesa tidak meleset.

Total cumulative lending BD per 30 Juni 2007 $614,4 miliar meliputi lebih dari 176 negara dimana Indonesia masuk dalam 5 besar debitor dengan cumulative lending $32,5 miliar atau 5,3 persennya. 20 debitor terbesar meliputi 63 persen ($388 miliar). Besarnya lending commitments BD untuk 2007 $24,7 miliar dimana untuk Indonesia $1159 juta atau 4,7 persennya dan menduduki urutan ke-4 terbesar. Dengan mengacu pada Transparency International Corruption Index 2007 yang meliputi 180 negara dengan score 10 (paling bersih) sampai 0 (paling korup), praktis tidak ada negara dengan score diatas 5 yang menjadi debitor BD.

Sebaliknya, 20 debitor utama BD untuk tahun 2005 s/d 2007 adalah negara-negara dengan score dibawah 4,2 bahkan sebagian besar dibawah angka 3 yang mencerminkan negara itu amat korup. Keakraban BD dengan negara-negara korup ini mengingatkan kita pada pepatah lama, maling teriak maling.
(Sumber: Fuad Bawasier, http://www.rakyatmerdeka.co.id/index.php?pilih=fuad&id=64)

Minggu, 18 April 2010

Utang Luar Negeri Indonesia, Dekati Rp 2.000 Triliun


Utang luar negeri Republik Indonesia terus membumbung tinggi. Data Bank Indonesia (BI) mencatat, sampai akhir Januari 2010, utang luar negeri mencapai 174,041 miliar dollar AS. Bila dikonversi ke dalam mata uang Rupiah dengan kurs Rp 10.000 per dollar AS nominal utang itu hampir mencapai Rp 2.000 triliun.

Nilai utang ini naik 17,55 persen dari periode yang sama tahun lalu. Akhir Januari 2009, nilai utang luar negeri Indonesia baru sebesar 151,457 miliar dollar AS. "Dari sisi nominal memang naik, namun jika kita melihat dari persentase debt to GDP ratio, angkanya terus menurun," ungkap Senior Economic Analyst Investor Relations Unit (IRU) Direktorat Internasional BI Elsya Chani di Jakarta.


Nilai utang tersebut terdiri atas utang pemerintah sebesar 93,859 miliar dollar AS, lalu utang bank sebesar 8,984 miliar dollar AS. Lalu, utang swasta alias korporasi non-bank sebesar 75,199 miliar dollar AS.

Sebagian besar utang tersebut bertenor di atas satu tahun. Nilai utang yang tenornya di bawah satu tahun hanya sebesar 25,589 miliar dollar AS.


Elsya menuturkan, meski secara nominal nilai utang luar negeri Republik Indonesia terus naik. Namun, nilai rasio utang terhadap GDP terus terjadi penurunan. "Debt to GDP ratio tahun 2009 sebesar 27 persen. Sedangkan tahun 2008 masih 28 persen

Kalau kita liat memang utang indonesia ini tidak sebanding dengan utang negara-negara lain yang nilainya melebihi Indonesia. Akan tetapi apa kita gak malu mempunyai utang SEBESAR ITU???

*Sumber: BLak-BLakan.com - http://forum.vivanews.com/showthread.php?t=15346

Rabu, 14 April 2010

40 Kasus Korupsi Kelas Kakap Yang Belum Terungkap


Data 40 Kasus Korupsi Kakap Yang Belum Dituntaskan Hendarman
Niken Widya Yunita - detikNews

Jakarta - 40 Kasus korupsi besar belum dituntaskan Kejagung. Jaksa Agung Hendarman Supandji diminta menuntaskannya sebelum masa jabatannya usai.

Berikut data 40 kasus yang belum dituntaskan Hendarman menurut rilis Indonesian Corruption Watch (ICW) yang diterima detikcom, Kamis (16/7/2009):

1. Pengerukan pelabuhan khusus Pertamina di Plaju yang tidak benar/fiktif senilai Rp 3,9 miliar. Disidik 1998.

2. Mark up biaya pembangunan gedung menara PT Jamsostek di luar kewajaran senilai Rp 62,141 miliar. Disidik 1998.

3. Pembelian CP yang diterbitkan oleh suatu badan usaha namun pada saat jatuh tempo tidak dapat dicairkan senilai Rp 36 miliar. Disidik 1998.

4. Penyelewengan uang koperasi pada Primkompti Jakarta Barat senilai Rp 4,7 miliar. Disidik 1998.

5. PT Bank Ficoinvest senilai Rp 7 miliar. Disidik 1998.

6. Pembangunan Perum Perumnas senilai Rp 859 miliar. Disidik 1999.

7. Pembelian surat berharga Promisorry Notes PT Medco Group senilai Rp 36 miliar. Disidik 1998.

8. Pembangunan kantor-kantor cabang PT Taspen senilai 679 miliar. Disidik 1999.

9. Penagihan piutang Bank Bali kepada BDNI, BUN dan Bank Tiara dengan menggunakan jasa PT Era Giat Prima (EGP) senilai Rp 904 miliar. Disidik 2000.

10. Penyalahgunaan keuangan pada NV Indover Bank Amsterdam untuk kepentingan pribadi. Disidik 2000.

11. Penyalahgunaan keuangan pada NV Indover Hongkong untuk kepentingan pribadi, Disidik 2000.

12. Pengadaan Listrik PLTU Swasta Paiton I di Probolinggo dengan cara pembuatan kontrak tentang penetapan harga jual listrik dari PT PEC kepada PLN. Disidik 2001.

13. Penyimpangan penyaluran dana BLBI pada PT Bank Pinaseaan senilai Rp 411 miliar. Disidik 2001.

14. Penyimpangan pada additive minyak Pertamina senilai Rp 19 miliar. Disidik 2001.

15. Manipulasi pengadaan barang P2M-DIP suplemen bantuan OECF INP-21 tahun 1998/1999 pada Ditjen P2M PLP Depkes. Disidik 2001.

16. Manipulasi dana penyaluran dana BLBI pada PT Bank Aken Rp 17,26 miliar. Disidik 2001

17. Manipulasi dana penyaluran dana BLBI pada PT Kosagraha Semesta Rp 22 miliar. Disidik 2002.

18. Manipulasi dana penyaluran dana BLBI pada Bank UPPINDO Rp 29,9 miliar. Disidik 2002.

19. Penyimpangan Ditjen P2M Departemen Kesehatan untuk proyek bantuan OECF INP-21 tahun 1998/1999. Disidik 2002

20. Penyelewengan/mark up dalam proyek EXOR-I Balongan di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Disidik 2002.

21. Manipulasi dana penyaluran BLBI pada Bank Pelita. Disidik 2003.

22. Manipulasi dana penyaluran BLBI pada Bank Deka. Disidik 2003.

23. Penyimpangan pengadaan barang berupa X ray dan walkhrought untuk keperluan pelayanan haji pada PT Angkasa Pura II Bandara Soekarno Hatta 3,827 miliar. Disidik 2003.

24. Penjualan/pengalihan saham PT Perta Oil Marketing kepada PT Humpuss dan PT Nusamba US$ 21,8 juta. Disidik 2003.

25. Re-ekspor barang modal berupa 4 (empat) unit Hitachi Hydraulic Model EX – 800 H. Disidik 2003.

26. Penyimpangan PT Dhafco Manunggal Sejati dari PT Bank Bukopin. Disidik 2004.

27. Penyimpangan pada Universitas Trisakti Jakarta. Disidik 2004.

28. Penyimpangan dana kredit usaha tani periode 1998-1999 pada PT. Bank Danamon Indonesia. Disidik 2004.

29. Penyimpangan di PT Bank PDFCI. Disidik 2004.

30. Penyimpangan di Lemigas. Disidik 2005.

31. Penyimpangan dalam pemberitaan fasilitas kredit PT Bank Mandiri pada PT Lativi Media Karya. Disidik 2005.

32. Penyimpangan di Perusahaan Listrik Negara (PLN) pusat. Disidik 2004.

33. Penyimpangan dana BLBI pada Bank Central Dagang. Disidik 2001.

34. Pengambilalihan asset kredit PT Kiani Kertas oleh PT Bak Mandiri bekerjasama dengan PT Anugrah Cipta Investa (PT ACI) dan PT Nusantara Energy (PT NEC). Disidik 2005.

35. Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Otorita Asahan pada Otorita Asahandi Jakarta dan Medan sejak Agustus 1988-1998. Disidik 2005.

36. Impor beras sebanyak 60 ribu MT dari Vietnam oleh PT Hexatama Finindo qq INKUD. Disidik 2005.

37. Pemberian fasilitas kredit dari PT Bank Mandiri kepada PT Batavindo Kridanusa. Disidik 2005.

38. Depnakertrans dalam rangka penempatan Tenaga Kerja Indonesi ke luar negeri. Disidik 2005.

39. Pertanggungjawaban fiktif penggunaan dana ABT dan Anggaran Rutin TA 2003 sebesar Rp 8,5 miliar di Kantor LAPAN Pekayon. Disidik 2005.

40. Pengadaan barang dan jasa dalam rangka penyelenggaraan KTT Asia Afrika di Jakarta dan Bandung di Sekretariat Negara. Disidik 2005.

(Sumber Tulisan: http://219.83.122.194/web/index.php?option=com_content&view=article&id=49:40-kasus-korupsi-kelas-kakap-yang-belum-terungkap&catid=47:hukum-dan-kriminal&Itemid=114)
(Sumber Foto: Source http://www.russiablog.org)

Rabu, 07 April 2010

Bung Hatta dan Demokrasi


Oleh : Franz Magnis-Suseno, S.J. Rohaniwan, guru besar filsafat sosial di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta

Pada tanggal 15 Juli 1945, Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang bersidang di Pejambon, terlibat dalam debat panas (lihat Risalah Sidang BPUPKI, SetNeg R.I. 1992): Haruskah kebebasan-kebebasan demokratis—hak menyatakan pikiran dan pendapat secara lisan dan tertulis, hak berkumpul dan hak berserikat—ditetapkan dalam undang-undang dasar atau tidak? Sukarno (dan Supomo) dengan gigih menolak, sedangkan Hatta (Muhammad Yamin, dan lain-lain) mendukung.

Menarik sekali melihat argumentasi masing-masing. Sukarno mendasarkan penolakannya pada dua argumen. Pertama, menyatakan bahwa warga negara secara individual memiliki hak-hak dasar tertentu sama dengan membuka pintu bagi individualisme: “Kita rancangkan UUD dengan kedaulatan rakyat dan bukan kedaulatan individu” (Risalah 207). Kedua, menurut Sukarno, rakyat memerlukan keadilan sosial, padahal kebebasan-kebebasan itu “tidak dapat mengisi perut orang yang hendak mati kelaparan”.

Mohammad Hatta pun menolak liberalisme. Tetapi ia mengajukan suatu kekhawatiran yang rupa-rupanya di luar bayangan Sukarno. Hatta: “Janganlah kita memberikan kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara untuk menjadikan di atas negara baru itu suatu negara kekuasaan” [Ris. 209]. Hatta mengkhawatirkan munculnya negara kekuasaan. Sukarno tidak menanggapi kekhawatiran Hatta ini. Apakah karena ia tidak dapat membayangkan bahwa sesudah kaum kolonialisme diusir, para pemimpin Indonesia sendiri bisa menjadi diktator dan penindas? Perkembangan di kemudian hari menunjukkan bahwa Hatta yang memiliki wawasan permasalahan lebih mendalam.

Hatta juga tidak mau mempertentangkan keadilan sosial dengan hak-hak demokratis. Dalam sebuah pidato di Aceh 25 tahun kemudian (Sesudah 25 tahun, 1970), ia menulis: “Apakah yang dimaksud dengan Indonesia yang adil? Indonesia yang adil maksudnya tak lain daripada memberikan perasaan kepada seluruh rakyat bahwa ia dalam segala segi penghidupannya diperlakukan secara adil dengan tiada dibeda-bedakan sebagai warga negara. Itu akan berlaku apabila pemerintahan negara dari atas sampai ke bawah berdasarkan kedaulatan rakyat.”

Hatta di sini menyadari sesuatu yang amat penting: Ke-adilan sosial, dan sebagai akibatnya, kesejahteraan rakyat, justru mengandaikan kedaulatan rakyat. Agar perut rakyat terisi, kedaulatan rakyat perlu ditegakkan. Ternyata, Hatta membuktikan diri sebagai penganalisis yang lebih tajam, sedangkan Sukarno tidak melihat hubungan antara ketidakadilan sosial dan keadaan yang tidak demokratis. Rakyat hampir selalu lapar bukan karena panen buruk atau alam miskin, melainkan karena rakyat tidak berdaya. Menciptakan keadilan sosial mengandaikan pemberdayaan demokratis rakyat. Menolak pemastian hak rakyat untuk menyuarakan sendiri apa yang dibutuhkan dan diharapkannya akan menghasilkan “negara penyelenggara” ala Orde Baru, ketika rakyat disuruh dengan diam menerima penyelenggaraan kesejahteraannya oleh elite dari atas yang tanpa mengenal malu memanfaatkan ketidakberdayaan rakyat untuk mengalihkan semakin banyak dari hasil kerja sosial ke dalam kantong mereka sendiri.

Tambahan lagi, apakah betul bahwa rakyat tidak meminati kebebasan-kebebasan, melainkan sudah puas asal perutnya terisi? Apakah rakyat Indonesia dalam perang kemerdekaan hanya sekadar mau mengisi perutnya? Salah pengertian elite seperti itu kemudian terbukti fatal di Timor Loro Sa’e.

Sebagai catatan samping: Mengartikan hak asasi manusia sebagai ekspresi individualisme merupakan salah paham yang fatal juga, dan dalam kenyataan hanyalah sebuah akal elite neofeodal untuk melegitimasi privilese mereka. Pemantapan hak asasi manusia justru melindungi dan memberdayakan mereka yang paling lemah dan terancam dalam masyarakat, dan sekaligus membatasi kesewenangan mereka yang kuat. Karena itu, jaminan hak asasi manusia bukan tanda individualisme, melainkan ukuran paling nyata tentang solidaritas bangsa itu dengan anggota-anggotanya yang paling lemah.

Hatta begitu ngotot tentang kebebasan-kebebasan demokratis karena ia sejak semula meyakini demokrasi, melawan “kaum ningrat, fasis, dan komunis” yang “membenci kerakyatan” (Ke arah Indonesia Merdeka, 1932A). Pada 1960, sewaktu Sukarno menyingkirkan sisa-sisa demokrasi Indonesia, Hatta menyatakan lagi keyakinannya bahwa “demokrasi tidak akan lenyap dari Indonesia” (Demokrasi Kita).

Apa dasar harapan kontrafaktual itu? Menurut Hatta, semangat demokratis para pendiri Republik mempunyai tiga sumber. Pertama, paham sosialisme Barat yang menjunjung tinggi perikemanusiaan; kedua, ajaran Islam; ketiga, kolektivisme masyarakat Indonesia sebagaimana kelihatan di desa (Hatta 1960). Dan, begitu dapat kita lanjutkan, karena tiga faktor itu tetap ada, cita-cita demokrasi tidak akan padam di Indonesia.

Hal perikemanusiaan boleh dianggap barang tentu. Yang signifikan adalah bahwa Hatta memasukkan Islam ke dalam unsur pendukung demokrasi. Mengingat dewasa ini sering disuarakan pendapat bahwa Islam dan demokrasi tidak bisa berjalan bersama, penilaian Hatta ini pantas dijadikan titik tolak untuk memikirkan dan mengaktualkan kembali peran Islam dalam membangun demokrasi di Indonesia.

Topik “kolektivisme” masyarakat Indonesia, “demokrasi aseli Indonesia” atau “demokrasi desa” sering menjadi acuan para pendiri Republik. Adalah Hatta yang, berhadapan dengan pelbagai kedangkalan yang lazim didengung-dengungkan, merincikan dengan jernih apa yang dimaksud (Hatta 1932A). Ia memakai istilah “demokrasi desa”, tetapi (dalam Demokrasi Asli Indonesia dan Kedaulatan Rakyat, 1932B) ia menolak omongan tentang “demokrasi asli Indonesia” sebagai “semboyan kosong tidak berisi”.

Distingsi itu penting. Istilah “demokrasi aseli” bisa memberi kesan seakan-akan di wilayah Nusantara sejak dulu ada sistem pemerintahan demokratis. Tetapi struktur kekuasaan tradisional di Nusantara tentu selalu feodal dan otokratis, dan rakyat hanya dipakai demi kepentingan raja (Hatta 1932B). Hatta sangat anti feodalisme. Ia mempersalahkan “kaum ningrat” atas penegakan kekuasaan kolonialisme. Dan ia sangat khawatir jangan sampai “kalau Indonesia sampai merdeka… kekuasaan… jatuh ke dalam tangan kaum ningrat…. Dan dalam Indonesia Merdeka yang seperti itu tidak berarti rakyat merdeka!” (1932A). Implikasinya: Bicara tentang “demokrasi aseli” bisa melegitimasi bentuk kedaulatan rakyat tempat rakyat lagi-lagi tidak berdaulat.

Lain halnya “demokrasi desa”. Demokrasi itu merupakan kenyataan dalam lingkungan komunal desa. Demokrasi desa terdiri atas tiga hal : “Musyawarat dan mufakat”, “hak rakyat” untuk mengadakan “protes”, dan “cita-cita tolong-menolong” (Hatta 1932A). Demokrasi desa itu bagi Hatta bukan sebuah model negara demokratis seakan-akan daripadanya bisa dibangun demokrasi yang lain daripada “demokrasi Barat”. Melainkan demokrasi desa merupakan medan latihan untuk menembangkan sikap-sikap demokratis. Di situ rakyat sudah biasa mengambil keputusan bersama, berkompromi, berdebat, dan akhirnya mendukung mufakat bersama, jadi untuk mengembangkan sikap-sikap yang memang diperlukan dalam demokrasi modern.

Jadi, kedaulatan rakyat bagi Hatta terwujud dalam “demokrasi Barat” ? Ya dan tidak. Ya dalam pengertian politik. Menurut Hatta, tak ada demokrasi politik khas Indonesia, lain daripada demokrasi-demokrasi lain di dunia. Yang menjadi masalah adalah bahwa Barat membatasi kedaulatan rakyat pada dimensi politik. Namun Hatta menegaskan bahwa rakyat tidak akan berdaulat betul-betul kecuali juga berdaulat dalam bidang ekonomi. Di sini terletak keterbatasan paham kedaulatan rakyat di Barat. Apabila perekonomian dikuasai oleh sebuah minoritas, para pemilik modal, bagaimana rakyat dapat betul-betul berdaulat? Inilah kritik paling mendasar Hatta terhadap pengertian masyarakat demokratis di Barat. Dan meskipun sampai hari ini, apalagi dengan keambrukan semua sistem sosialisme, pengertian “demokrasi ekonomi” tetap belum dapat dibumikan, siapa yang dapat menyangkal bahwa kritik Hatta tersebut mengenai sebuah masalah dan tantangan terbesar bukan hanya bagi Indonesia, melainkan, memang, bagi segenap masyarakat yang betul-betul mau demokratis?

Hatta begitu mengesan karena ia berani bersikap berprinsip dan seratus persen integer. Dalam BPUPKI ia berani memperjuangkan dimasukkannya kebebasan-kebebasan demokratis ke dalam undang-undang dasar. Pada tanggal 18 Agustus 1945 ia meyakinkan saudara-saudara se-BPKI agar mendasarkan undang-undang dasar Republik pada lima sila yang dapat didukung oleh segenap komponen bangsa. Tanggal 4 November Hattalah yang menandatangani maklumat pemerintah yang mengizinkan pembentukan pluralitas partai. Dan pada 1957 Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai wakil presiden karena merasa tidak lagi sanggup menanggung kebijakan politik Presiden Sukarno. Bisa dimengerti bahwa para pemimpin Orde Baru tidak mengizinkan orang sekaliber Mohammad Hatta mendirikan sebuah Partai Demokrasi Inslam Indonesia.

Pada saat elite politik semakin memanfaatkan kebebasan demokratis untuk berkorupsi besar-besaran, sosok Bung Hatta dan pikirannya mendesak menjadi titik orientasi bagi kita semua.***
(Sumber : http://majalah.tempointeraktif.com) http://restianrick.wordpress.com/

Setelah masuk enam besar survei LSN, Rizal Ramli didukung Partai Kedaulatan. Siapa menyusul?


DUA pekan kemarin, Rizal Ramli mendapat dua kado istimewa. Kado pertama, namanya sukses masuk bursa calon presiden versi Lembaga Survei Nasional (LSN) pimpinan Umar S Bakry.

Dalam survei yang dirilis 25 Maret 2009, Rizal menempati urutan keenam dengan tingkat keterpilihan 3,2 persen. Rizal berada satu strip di bawah Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla yang meraih 3,3 persen dukungan responden. Menariknya, Rizal sukses mengalahkan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto dan Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir.

Kado kedua untuk Rizal datang seminggu kemudian di Rumah Perubahan. Apa kado kedua tersebut? Partai Kedaulatan menyatakan mendukung mantan Menko Perekonomian itu menjadi calon presiden. Tak tanggungtanggung, Rizal pun didaulat menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) Partai Kedaulatan. Deklarasi pencalonan tersebut digelar di Rumah Perubahan, markas Rizal Ramli yang terletak di kawasan Panglima Polim Jakarta Selatan.

Partai Kedaulatan adalah partai bernomor urut 11. Partai ini dipimpin oleh Ibrahim Basrah, mantan pentolan tim sukses SBY di kawasan Sulawesi. Sebelumnya, Rizal juga didukung oleh Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (P3I) serta Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBK Indonesia). Sementara, di Partai Bintang Reformasi (PBR) Rizal masih bertarung dengan delapan nama lainnya, termasuk dengan Deddy “Naga Bonar” Mizwar.

Ketua Umum Partai Kedaulatan Ibrahim Basrah mengatakan, dukungan partainya kepada Rizal sudah melalui pertimbangan matang. “Konsep Pak Rizal Ramli sesuai dengan apa yang diinginkan Partai Kedaulatan,” kata Ibrahim. Ketika disinggung kenapa Partai Kedaulatan beralih mendukung Rizal padahal pada bulan Januari lalu mendukung Bugiakso, cucu Jenderal Soedirman, Ibrahim mengatakan, Bugiakso adalah calon pemimpin masa depan. Tapi, karena kelihatannya Bugiakso sudah mengurungkan niatnya, Partai Kedaulatan mencari figur lain.

“Beda dengan Pak Rizal Ramli, dia bergiat sesuai dengan konsepnya dia, kita sinkronkan dengan visi dan misi Partai Kedaulatan, nampaknya sejalan,” ujarnya.

Partai Kedaulatan pun mengaku sangat siap menyukseskan langkah Rizal ke Istana. Klaim Ibrahim, partainya memiliki kekuatan merata di hampir seluruh wilayah Indonesia. “Kita sistem gerilya, jadi orang tidak tahu.”

Dengan dukungan Partai Kedaulatan itu, Rizal tampaknya boleh sedikit berbangga. Tetapi, dia harus bisa mengumpulkan lebih banyak dari partai-partai lainnya agar syarat 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional bisa terpenuhi. Hal itu pula yang diminta oleh Ketua Umum PNBK Indonesia Erros Djarot.

“PNBK kan sudah berkomitmen tunggu sampai gimana Rizal Ramlinya. Kalau dia tidak sanggup ngumpulin partai lainnya, kalau tidak kan nggak ada gunanya. Jadi baru dari situ kita melangkah. Tetapi jangan kalau sudah komitmen, masak komitmen berubah-ubah, kan nggak bagus juga menurut etika politik.”

Hal senada disampaikan Ketua Umum P3I Daniel Hutapea. Kata Daniel, partainya tetap setia mendukung Rizal. Untuk memuluskan langkah Rizal, kata Daniel, tak ada jalan lain kecuali menjalin koalisi. P3I sendiri menargekan lolos parliamentary threshold.

Hingga kini, Rizal memang sedang serius menjalin komunikasi dengan 14 partai politik yang tergabung dalam Blok Perubahan. Bahkan, kata Rizal, seusai pemilu legislatif nanti, akan ada dua partai politik yang bergabung di blok ini. Meski demikian, Rizal mengaku bahwa tidak semua parpol yang bergabung di Blok Perubahan telah mendukungnya sebagai capres. “Ada 14 partai yang bergabung dalam Blok Perubahan, ada tujuh partai yang sudah resmi mendukung kami sebagai presiden, sisanya itu bagian dari Blok Perubahan.”

Juru bicara Rizal Ramli, Adhie M Massardi mengatakan, dukungan sejumlah parpol kepada Rizal terbangun karena kesamaan gagasan, bukan karena kemampuan membeli. Katanya, kekuatan yang dibangun Rizal akan membuat kerepotan capres yang didukung kekuatan neoliberal. Untuk lebih meringankan langkah, dalam waktu dekat Rizal juga bakal kembali bertemu dengan tokoh-tokoh yang sepemikiran dengannya, yakni Amien Rais dan Prabowo Subianto.

Kemampuan Rizal membangun koalisi dengan partai-partai baru dan partai gurem itu juga diacungi jempol oleh Direktur Eksekutif LSN Umar S Bakry. Tapi, Umar buruburu mengingatkan Rizal.

“Ada satu atau dua partai kecil atau partai baru yang sebenarnya mempunyai idealisme dan selaras dengan idealismenya Rizal Ramli. Tapi kadang-kadang idealisme mereka ini harus berhadapan dengan kepentingan finansial. Kepentingan finansial itu, mereka mau kampanye, mereka mau menyosialisasikan diri saat kampanye ini tidak punya ongkos. Kadang-kadang idealisme dilupakan, lebih baik cari ongkos ke capres-capres yang punya duit.”

Kini, semua terpulang ke Rizal Ramli. Mampukah dia menjaga agar partai-partai yang telah mendukungnya itu tidak masuk angin alias pindah ke lain capres? Cuma waktu yang bias menjawabnya.

■ Dzikry Subhanie, Immanuel T Sitanggang
(Sumber: Indonesia Monitor) http://nasional.kompas.com/read/2009/04/01/1846389/Partai.Kedaulatan.Usung.Rizal.Ramli.Sebagai.Capres.