Kehendak Perubahan Harus Dimenangkan...!

"Masalah yang dihadapi bangsa ini bersifat fundamental dan radikal, yakni pudarnya kesadaran kebangsaan dan kacaunya pemahaman kedaulatan rakyat dalam sistem kenegaraan kita. Oleh sebab itu penyelesaiannya mutlak bersifat fundamental dan radikal pula
"

Rabu, 19 Oktober 2011

Pergantian Rezim harus Dibarengi Ganti Sistem

KEDAULATAN NEWS - Mengganti rezim pemerintahan SBY secepatnya memang harus dilakukan. Pasalnya, Indonesia telah berkembang menjadi republik korupsi yang dilakukan secara massif elit eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Untuk itu diperlukan tekad dan stamina sekelas Sungai Nil dari seluruh rakyat, bukan sekadar tekad Sungai Ciliwung atau Bengawan Solo.

Demikian yang mengemuka dari diskui bertema “Mengapa Perlu Pergantian Rezim Secepatnya” yang digelar Rumah Perubahan 2.0, Kamis (29/9). Diskusi menghadirkan aktivis Sukarelawan Indonesia untuk Perubahan Ardi Nuswantoro, pengamat politik Universitas Paramadina Herdi Sahrasad, dan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Luky Jani.

Menurut Herdi, output dikembangkannya demokrasi kriminal telah melahirkan anggota DPR dan para pejabat negara yang tercela. Karena itu, lanjut dia, demokrasi kriminal harus dihentikan secepatnya. Ke depan, harus ada kriteria yang jelas bagi calon anggota DPR dan para pejabat publik. Misalnya, kriteria tentang pendidikan minimal dan aspek moralitas.

“Kalau kita sudah sepakat segera mengganti rezim SBY, harus ada tekanan terus-menerus dari seluruh elemen masyarakat. Yang namanya aksi demonstrasi, harus terus dilakukan, kalau perlu bermalam. Untuk itu dibutuhkan tekad dan stamina sekelas Sungai Nil dari seluruh rakyat, bukan sekadar tekad Sungai Ciliwung atau Bengawan Solo,” ujar Herdi merujuk aksi berbulan-bulan rakyat Mesir di Tahrir Square.

Ardi mengatakan pergantian rezim memang harus secepatnya dilakukan. Isu reshuffle yang ditiupkan sama sekali bukanlah jawaban atas masalah yang dialami Indonesia.

Isu rushuffle hanyalah strategi SBY untuk menaikkan citra, terlebih setelah survei menunjukkan tingkat kepuasan publik kepadanya terus merosot. Isu ini juga menjadi pengalih konsentrasi publik, seolah-olah para menterinya gagal sehingga perlu diganti.

Hamil tua
Di sisi lain, Luki menyatakan hingga kini belum melihat adanya sejumlah persyaratan yang dibutuhkan untuk mengganti rezim secepatnya. Dia menyebut rezim yang berkuasa sekarang sebagai rezim hibrida, rezim campuran. SBY mengambil para pembantunya dari sejumlah Parpol dengan maksudnya agar mereka menjadi pendukung. Namun karena ramai-ramai korupsi, mereka jadi saling tersandera dan saling melindungi.

“Secara politik, rezim sekarang bisa disebut solid. Mereka tidak terpecah-pecah. Korupsi telah menjadi pemersatu mereka. Bahkan juga terjadi kolaborasi antara pengusaha dan penguasa. Bagi mereka, hukum hanya menjadi instrumen. Itulah sebabnya Indonesia kini bisa disebut Republik Korupsi,” tukas Lucky.

Ketika PKI akan memberontak, dia melanjutkan, saat itu dikenal adanya istilah Ibu Perttiwi tengah hamil tua. Artinya, persyaratan untuk melakukan revolusi sudah terpenuhi semuanya. Dia mengaku, saat ini belum melihat adanya fenomena ibu pertiwi hamil tua. Jangankan hamil tua, tanda-tanda kehamilan saja tidak ada.
“Memang kini ada keresahan sosial. Tapi itu tidak cukup. Perlu ada identas, solidaritas, dan tuntutan politik yang sama dari seluruh rakyat untuk melakukan revolusi. Sebetulnya kita bisa merekayasa kehamilan. Misalnya, dengan menggunakan bayi tabung. Intinya, bagaimana caranya fenomena Ibu Pertiwi hamil tua itu muncul. Kalau semua itu tidak ada, pilihannya adalah bersabar dan menunggu Pemilu 2014,” papar Lucky.


Siapkan Sistem
Ketiga pembicara sepakat, selain pergantian rezim secepatnya, yang tidak kalah pentingnya adalah menyiapkan sistem hukum dan ekonomi. ini menjadi penting, agar kesalahan yang terjadi pada reformasi 1998 tidak terulang kembali. Waktu 1998,  rakyat sibuk menurunkan Soeharto.

“Namun karena kita lupa menyiapkan sistem pemerintan yang baik, maka reformasi itu akhirnya dibajak kelompok predator. Kaum predator adalah mereka yang merampok negara dengan korupsi. Kalau kita tidak menghentikan korupsi, sama artinya bunuh diri pelan-pelan., saya pelajari disintegrasi Yugoslavia dan Rusia. Mereka hancur karena korupsi yang kronis,” kata Herdi.

Menurut Lucky, penyiapan sistem menjadi pekerjaan rumah (PR) ke-2 yang tidak kalah pentingnya. Tidak cukup hanya mengganti rezim, kalau fundamental sistem dan perilaku parfa elit yang korup tidak berubah. “Di awal reformasi, ada istilah birokrasi Spanyol, separuh nyolong. Saya kira sekarang para birokrat itu sudah berubah menjadi predator. Mereka menduplikasi perilaku korup elit yang sebelumnya mereka gulingkan. Inilah bahayanya jika kita hanya sibuk mengganti rezim, tanpa menyiapkan sistem,” pungkas Lucky.(*)


Sumber: http://www.rizalramli.org/index.php?option=com_content&view=article&id=227:pergantian-rezim-harus-dibarengi-ganti-sistem-&catid=37:catredaksi&Itemid=60

INDONESIA ADALAH RAKSASA YANG BELUM BANGUN: Saatnya Mahasiswa Mengukir Sejarah!

SEMARANG,RIMANEWS-Dalam sebuah acara seminar bertemakan "Berdiri di Atas Kaki Sendiri: Menggagas Format Ekonomi yang Pro Rakyat" yang bertempat di Aula Gedung Profesor Sudharto Universitas Diponegoro, Semarang (17/10), ekonom senior yang sekaligus juga Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan, DR. Rizal Ramli, menyerukan bahwa sudah saatnya mahasiswa Indonesia berani membuat sejarah. Setelah sebelumnya pria yang biasa disebut RR ini menceritakan tentang sejarah kebangkitan ekonomi negara-negara di Asia seperti China, Jepang, dan Malaysia ataupun Amerika Latin seperti Brasil dan Argentina, ia pun menyatakan,

"Indonesia adalah raksasa yang belum bangun. Adalah tugas kaum muda, terutama mahasiswa, untuk membangunkannya. Tidak hanya mempelajari sejarah, sudah saatnya mahasiswa yang membuat sejarah!"
Yang kontan langsung disambut oleh tepukan membahana dari sekitar 300-an mahasiswa peserta yang memenuhi aula. Selain itu RR pun menekankan pentingnya Indonesia meninggalkan sistem neoliberalisme.

"Neoliberalisme adalah suatu fundamentalisme dalam pemikiran ekonomi yang tidak kalah berbahaya dari fundamentalisme agama. Kita tidak boleh menyerahkan semuanya ke pasar bebas. Jangan hanya mengikuti logika kapitalisme yang senantiasa menekankan optimalisasi daripada profit, melainkan kita harus mulai berpikir untuk melakukan optimalisasi dalam nilai tambah. Harus ada strategi industrialisasi untuk menaikkan nilai tambah atas kekayaan bahan mentah kita sehingga mampu menciptaan lapangan kerja massal untuk puluhan juta orang.

Kalau kita melulu mengikuti sistem neoliberal ini, maka Indonesia akan terus saja bernasib seperti Philipina yang hanya mampu mengeskpor bahan mentah dan pembantu rumah tangga, selamanya tidak akan sanggup menyusul Malaysia, China, Jepang, maupun Brasil."

Adapun seminar yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Sejarah Universitas Diponegoro dengan didukung oleh Redaksi Semarang Metro harian Suara Merdeka, komunitas Salunding, dan Radio Idola ini menghadirkan pula pembicara lainnya dari kalangan akademisi Universitas Diponegoro seperti Profesor Singgih Tri Sulistiyono dari Jurusan Sejarah dan Profesor Purbayu Budi Sentosa dari Fakultas ekonomi. Sementara, Wakil Gubernur Jawa Tengah Rustriningsih yang seharusnya juga hadir sebagai salah satu pembicara dikabarkan batal datang dengan alasan yang kurang jelas