Kehendak Perubahan Harus Dimenangkan...!

"Masalah yang dihadapi bangsa ini bersifat fundamental dan radikal, yakni pudarnya kesadaran kebangsaan dan kacaunya pemahaman kedaulatan rakyat dalam sistem kenegaraan kita. Oleh sebab itu penyelesaiannya mutlak bersifat fundamental dan radikal pula
"

Rabu, 14 Juli 2010

Seleksi Alamiah Partai Politik Penting

Jakarta, 14 Juli 2010 - Penyederhanaan sistem multipartai tidak perlu dilakukan dengan terlalu membatasi ambang batas di parlemen menjadi 5 persen karena dapat melanggar prinsip konstitusi. Dengan ambang batas 2.5 persen saat ini, penyederhanaan sistem multipartai dapat dilakukan secara alamiah.

Hal itu diungkapkan pakar hukum tata negara Saldi Isra di sela-sela Konferensi Ke-7 Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Asia dengan tema "Hukum Pemilihan Umum” di Jakarta, Selasa (l3/7). Dalam acara itu, beberapa hakim MK atau lembaga sejenis dari sejumlah negara tampil sebagai narasumber.

”Ambang batas itu pilihan politik. Kalau ada pilihan politik, itu tak boleh menyalahi prinsip konstitusi. Jika pilihan politik mengalahkan prinsip dasar konstitusi, itu tidak dapat diterima dan bisa menjadi wilayah pengujian," kata Saldi.

Saidi menilai, ambang batas 2,5 persen di parlemen sudah ideal. Ambang batas di parlemen jangan terlalu dibatasi dengan merekayasa produk hukum.

"Kita dapat mencapai dua atau tiga partai melalui proses alamiah. Jangan hukum terlalu merekayasa,” kata Saldi. Pemilih pada akhirnya akan menentukan mandat diberikan kepada partai yang mana.

Saldi mengakui, ambang batas 2,5 persen di parlemen itu juga pembatasan. Namun, pembatasan itu masih rasional. ”Rasional itu dinilai dengan kacamata konstitusi," katanya.

Hakim MK Jerman. Rudolf Mellinghoff, menambahkan, MK Jerman pernah memutuskan, pengunaan media elektronik, yaitu komputer, dalam pemilu tidak konstitusional dan melanggar prinsip dasar pemilu.

"Kalau pemungutan suara dilakukan dengan komputer, masyarakat tak bisa mengawasi proses penghitungan suara dilakukan," kata Mellinghoff. Namun, tak berarti komputer tak boleh dipakai dalam pemilu. (sumber: Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar