Kehendak Perubahan Harus Dimenangkan...!

"Masalah yang dihadapi bangsa ini bersifat fundamental dan radikal, yakni pudarnya kesadaran kebangsaan dan kacaunya pemahaman kedaulatan rakyat dalam sistem kenegaraan kita. Oleh sebab itu penyelesaiannya mutlak bersifat fundamental dan radikal pula
"

Minggu, 18 April 2010

Utang Luar Negeri Indonesia, Dekati Rp 2.000 Triliun


Utang luar negeri Republik Indonesia terus membumbung tinggi. Data Bank Indonesia (BI) mencatat, sampai akhir Januari 2010, utang luar negeri mencapai 174,041 miliar dollar AS. Bila dikonversi ke dalam mata uang Rupiah dengan kurs Rp 10.000 per dollar AS nominal utang itu hampir mencapai Rp 2.000 triliun.

Nilai utang ini naik 17,55 persen dari periode yang sama tahun lalu. Akhir Januari 2009, nilai utang luar negeri Indonesia baru sebesar 151,457 miliar dollar AS. "Dari sisi nominal memang naik, namun jika kita melihat dari persentase debt to GDP ratio, angkanya terus menurun," ungkap Senior Economic Analyst Investor Relations Unit (IRU) Direktorat Internasional BI Elsya Chani di Jakarta.


Nilai utang tersebut terdiri atas utang pemerintah sebesar 93,859 miliar dollar AS, lalu utang bank sebesar 8,984 miliar dollar AS. Lalu, utang swasta alias korporasi non-bank sebesar 75,199 miliar dollar AS.

Sebagian besar utang tersebut bertenor di atas satu tahun. Nilai utang yang tenornya di bawah satu tahun hanya sebesar 25,589 miliar dollar AS.


Elsya menuturkan, meski secara nominal nilai utang luar negeri Republik Indonesia terus naik. Namun, nilai rasio utang terhadap GDP terus terjadi penurunan. "Debt to GDP ratio tahun 2009 sebesar 27 persen. Sedangkan tahun 2008 masih 28 persen

Kalau kita liat memang utang indonesia ini tidak sebanding dengan utang negara-negara lain yang nilainya melebihi Indonesia. Akan tetapi apa kita gak malu mempunyai utang SEBESAR ITU???

*Sumber: BLak-BLakan.com - http://forum.vivanews.com/showthread.php?t=15346

Rabu, 14 April 2010

40 Kasus Korupsi Kelas Kakap Yang Belum Terungkap


Data 40 Kasus Korupsi Kakap Yang Belum Dituntaskan Hendarman
Niken Widya Yunita - detikNews

Jakarta - 40 Kasus korupsi besar belum dituntaskan Kejagung. Jaksa Agung Hendarman Supandji diminta menuntaskannya sebelum masa jabatannya usai.

Berikut data 40 kasus yang belum dituntaskan Hendarman menurut rilis Indonesian Corruption Watch (ICW) yang diterima detikcom, Kamis (16/7/2009):

1. Pengerukan pelabuhan khusus Pertamina di Plaju yang tidak benar/fiktif senilai Rp 3,9 miliar. Disidik 1998.

2. Mark up biaya pembangunan gedung menara PT Jamsostek di luar kewajaran senilai Rp 62,141 miliar. Disidik 1998.

3. Pembelian CP yang diterbitkan oleh suatu badan usaha namun pada saat jatuh tempo tidak dapat dicairkan senilai Rp 36 miliar. Disidik 1998.

4. Penyelewengan uang koperasi pada Primkompti Jakarta Barat senilai Rp 4,7 miliar. Disidik 1998.

5. PT Bank Ficoinvest senilai Rp 7 miliar. Disidik 1998.

6. Pembangunan Perum Perumnas senilai Rp 859 miliar. Disidik 1999.

7. Pembelian surat berharga Promisorry Notes PT Medco Group senilai Rp 36 miliar. Disidik 1998.

8. Pembangunan kantor-kantor cabang PT Taspen senilai 679 miliar. Disidik 1999.

9. Penagihan piutang Bank Bali kepada BDNI, BUN dan Bank Tiara dengan menggunakan jasa PT Era Giat Prima (EGP) senilai Rp 904 miliar. Disidik 2000.

10. Penyalahgunaan keuangan pada NV Indover Bank Amsterdam untuk kepentingan pribadi. Disidik 2000.

11. Penyalahgunaan keuangan pada NV Indover Hongkong untuk kepentingan pribadi, Disidik 2000.

12. Pengadaan Listrik PLTU Swasta Paiton I di Probolinggo dengan cara pembuatan kontrak tentang penetapan harga jual listrik dari PT PEC kepada PLN. Disidik 2001.

13. Penyimpangan penyaluran dana BLBI pada PT Bank Pinaseaan senilai Rp 411 miliar. Disidik 2001.

14. Penyimpangan pada additive minyak Pertamina senilai Rp 19 miliar. Disidik 2001.

15. Manipulasi pengadaan barang P2M-DIP suplemen bantuan OECF INP-21 tahun 1998/1999 pada Ditjen P2M PLP Depkes. Disidik 2001.

16. Manipulasi dana penyaluran dana BLBI pada PT Bank Aken Rp 17,26 miliar. Disidik 2001

17. Manipulasi dana penyaluran dana BLBI pada PT Kosagraha Semesta Rp 22 miliar. Disidik 2002.

18. Manipulasi dana penyaluran dana BLBI pada Bank UPPINDO Rp 29,9 miliar. Disidik 2002.

19. Penyimpangan Ditjen P2M Departemen Kesehatan untuk proyek bantuan OECF INP-21 tahun 1998/1999. Disidik 2002

20. Penyelewengan/mark up dalam proyek EXOR-I Balongan di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Disidik 2002.

21. Manipulasi dana penyaluran BLBI pada Bank Pelita. Disidik 2003.

22. Manipulasi dana penyaluran BLBI pada Bank Deka. Disidik 2003.

23. Penyimpangan pengadaan barang berupa X ray dan walkhrought untuk keperluan pelayanan haji pada PT Angkasa Pura II Bandara Soekarno Hatta 3,827 miliar. Disidik 2003.

24. Penjualan/pengalihan saham PT Perta Oil Marketing kepada PT Humpuss dan PT Nusamba US$ 21,8 juta. Disidik 2003.

25. Re-ekspor barang modal berupa 4 (empat) unit Hitachi Hydraulic Model EX – 800 H. Disidik 2003.

26. Penyimpangan PT Dhafco Manunggal Sejati dari PT Bank Bukopin. Disidik 2004.

27. Penyimpangan pada Universitas Trisakti Jakarta. Disidik 2004.

28. Penyimpangan dana kredit usaha tani periode 1998-1999 pada PT. Bank Danamon Indonesia. Disidik 2004.

29. Penyimpangan di PT Bank PDFCI. Disidik 2004.

30. Penyimpangan di Lemigas. Disidik 2005.

31. Penyimpangan dalam pemberitaan fasilitas kredit PT Bank Mandiri pada PT Lativi Media Karya. Disidik 2005.

32. Penyimpangan di Perusahaan Listrik Negara (PLN) pusat. Disidik 2004.

33. Penyimpangan dana BLBI pada Bank Central Dagang. Disidik 2001.

34. Pengambilalihan asset kredit PT Kiani Kertas oleh PT Bak Mandiri bekerjasama dengan PT Anugrah Cipta Investa (PT ACI) dan PT Nusantara Energy (PT NEC). Disidik 2005.

35. Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Otorita Asahan pada Otorita Asahandi Jakarta dan Medan sejak Agustus 1988-1998. Disidik 2005.

36. Impor beras sebanyak 60 ribu MT dari Vietnam oleh PT Hexatama Finindo qq INKUD. Disidik 2005.

37. Pemberian fasilitas kredit dari PT Bank Mandiri kepada PT Batavindo Kridanusa. Disidik 2005.

38. Depnakertrans dalam rangka penempatan Tenaga Kerja Indonesi ke luar negeri. Disidik 2005.

39. Pertanggungjawaban fiktif penggunaan dana ABT dan Anggaran Rutin TA 2003 sebesar Rp 8,5 miliar di Kantor LAPAN Pekayon. Disidik 2005.

40. Pengadaan barang dan jasa dalam rangka penyelenggaraan KTT Asia Afrika di Jakarta dan Bandung di Sekretariat Negara. Disidik 2005.

(Sumber Tulisan: http://219.83.122.194/web/index.php?option=com_content&view=article&id=49:40-kasus-korupsi-kelas-kakap-yang-belum-terungkap&catid=47:hukum-dan-kriminal&Itemid=114)
(Sumber Foto: Source http://www.russiablog.org)

Rabu, 07 April 2010

Bung Hatta dan Demokrasi


Oleh : Franz Magnis-Suseno, S.J. Rohaniwan, guru besar filsafat sosial di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta

Pada tanggal 15 Juli 1945, Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang bersidang di Pejambon, terlibat dalam debat panas (lihat Risalah Sidang BPUPKI, SetNeg R.I. 1992): Haruskah kebebasan-kebebasan demokratis—hak menyatakan pikiran dan pendapat secara lisan dan tertulis, hak berkumpul dan hak berserikat—ditetapkan dalam undang-undang dasar atau tidak? Sukarno (dan Supomo) dengan gigih menolak, sedangkan Hatta (Muhammad Yamin, dan lain-lain) mendukung.

Menarik sekali melihat argumentasi masing-masing. Sukarno mendasarkan penolakannya pada dua argumen. Pertama, menyatakan bahwa warga negara secara individual memiliki hak-hak dasar tertentu sama dengan membuka pintu bagi individualisme: “Kita rancangkan UUD dengan kedaulatan rakyat dan bukan kedaulatan individu” (Risalah 207). Kedua, menurut Sukarno, rakyat memerlukan keadilan sosial, padahal kebebasan-kebebasan itu “tidak dapat mengisi perut orang yang hendak mati kelaparan”.

Mohammad Hatta pun menolak liberalisme. Tetapi ia mengajukan suatu kekhawatiran yang rupa-rupanya di luar bayangan Sukarno. Hatta: “Janganlah kita memberikan kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara untuk menjadikan di atas negara baru itu suatu negara kekuasaan” [Ris. 209]. Hatta mengkhawatirkan munculnya negara kekuasaan. Sukarno tidak menanggapi kekhawatiran Hatta ini. Apakah karena ia tidak dapat membayangkan bahwa sesudah kaum kolonialisme diusir, para pemimpin Indonesia sendiri bisa menjadi diktator dan penindas? Perkembangan di kemudian hari menunjukkan bahwa Hatta yang memiliki wawasan permasalahan lebih mendalam.

Hatta juga tidak mau mempertentangkan keadilan sosial dengan hak-hak demokratis. Dalam sebuah pidato di Aceh 25 tahun kemudian (Sesudah 25 tahun, 1970), ia menulis: “Apakah yang dimaksud dengan Indonesia yang adil? Indonesia yang adil maksudnya tak lain daripada memberikan perasaan kepada seluruh rakyat bahwa ia dalam segala segi penghidupannya diperlakukan secara adil dengan tiada dibeda-bedakan sebagai warga negara. Itu akan berlaku apabila pemerintahan negara dari atas sampai ke bawah berdasarkan kedaulatan rakyat.”

Hatta di sini menyadari sesuatu yang amat penting: Ke-adilan sosial, dan sebagai akibatnya, kesejahteraan rakyat, justru mengandaikan kedaulatan rakyat. Agar perut rakyat terisi, kedaulatan rakyat perlu ditegakkan. Ternyata, Hatta membuktikan diri sebagai penganalisis yang lebih tajam, sedangkan Sukarno tidak melihat hubungan antara ketidakadilan sosial dan keadaan yang tidak demokratis. Rakyat hampir selalu lapar bukan karena panen buruk atau alam miskin, melainkan karena rakyat tidak berdaya. Menciptakan keadilan sosial mengandaikan pemberdayaan demokratis rakyat. Menolak pemastian hak rakyat untuk menyuarakan sendiri apa yang dibutuhkan dan diharapkannya akan menghasilkan “negara penyelenggara” ala Orde Baru, ketika rakyat disuruh dengan diam menerima penyelenggaraan kesejahteraannya oleh elite dari atas yang tanpa mengenal malu memanfaatkan ketidakberdayaan rakyat untuk mengalihkan semakin banyak dari hasil kerja sosial ke dalam kantong mereka sendiri.

Tambahan lagi, apakah betul bahwa rakyat tidak meminati kebebasan-kebebasan, melainkan sudah puas asal perutnya terisi? Apakah rakyat Indonesia dalam perang kemerdekaan hanya sekadar mau mengisi perutnya? Salah pengertian elite seperti itu kemudian terbukti fatal di Timor Loro Sa’e.

Sebagai catatan samping: Mengartikan hak asasi manusia sebagai ekspresi individualisme merupakan salah paham yang fatal juga, dan dalam kenyataan hanyalah sebuah akal elite neofeodal untuk melegitimasi privilese mereka. Pemantapan hak asasi manusia justru melindungi dan memberdayakan mereka yang paling lemah dan terancam dalam masyarakat, dan sekaligus membatasi kesewenangan mereka yang kuat. Karena itu, jaminan hak asasi manusia bukan tanda individualisme, melainkan ukuran paling nyata tentang solidaritas bangsa itu dengan anggota-anggotanya yang paling lemah.

Hatta begitu ngotot tentang kebebasan-kebebasan demokratis karena ia sejak semula meyakini demokrasi, melawan “kaum ningrat, fasis, dan komunis” yang “membenci kerakyatan” (Ke arah Indonesia Merdeka, 1932A). Pada 1960, sewaktu Sukarno menyingkirkan sisa-sisa demokrasi Indonesia, Hatta menyatakan lagi keyakinannya bahwa “demokrasi tidak akan lenyap dari Indonesia” (Demokrasi Kita).

Apa dasar harapan kontrafaktual itu? Menurut Hatta, semangat demokratis para pendiri Republik mempunyai tiga sumber. Pertama, paham sosialisme Barat yang menjunjung tinggi perikemanusiaan; kedua, ajaran Islam; ketiga, kolektivisme masyarakat Indonesia sebagaimana kelihatan di desa (Hatta 1960). Dan, begitu dapat kita lanjutkan, karena tiga faktor itu tetap ada, cita-cita demokrasi tidak akan padam di Indonesia.

Hal perikemanusiaan boleh dianggap barang tentu. Yang signifikan adalah bahwa Hatta memasukkan Islam ke dalam unsur pendukung demokrasi. Mengingat dewasa ini sering disuarakan pendapat bahwa Islam dan demokrasi tidak bisa berjalan bersama, penilaian Hatta ini pantas dijadikan titik tolak untuk memikirkan dan mengaktualkan kembali peran Islam dalam membangun demokrasi di Indonesia.

Topik “kolektivisme” masyarakat Indonesia, “demokrasi aseli Indonesia” atau “demokrasi desa” sering menjadi acuan para pendiri Republik. Adalah Hatta yang, berhadapan dengan pelbagai kedangkalan yang lazim didengung-dengungkan, merincikan dengan jernih apa yang dimaksud (Hatta 1932A). Ia memakai istilah “demokrasi desa”, tetapi (dalam Demokrasi Asli Indonesia dan Kedaulatan Rakyat, 1932B) ia menolak omongan tentang “demokrasi asli Indonesia” sebagai “semboyan kosong tidak berisi”.

Distingsi itu penting. Istilah “demokrasi aseli” bisa memberi kesan seakan-akan di wilayah Nusantara sejak dulu ada sistem pemerintahan demokratis. Tetapi struktur kekuasaan tradisional di Nusantara tentu selalu feodal dan otokratis, dan rakyat hanya dipakai demi kepentingan raja (Hatta 1932B). Hatta sangat anti feodalisme. Ia mempersalahkan “kaum ningrat” atas penegakan kekuasaan kolonialisme. Dan ia sangat khawatir jangan sampai “kalau Indonesia sampai merdeka… kekuasaan… jatuh ke dalam tangan kaum ningrat…. Dan dalam Indonesia Merdeka yang seperti itu tidak berarti rakyat merdeka!” (1932A). Implikasinya: Bicara tentang “demokrasi aseli” bisa melegitimasi bentuk kedaulatan rakyat tempat rakyat lagi-lagi tidak berdaulat.

Lain halnya “demokrasi desa”. Demokrasi itu merupakan kenyataan dalam lingkungan komunal desa. Demokrasi desa terdiri atas tiga hal : “Musyawarat dan mufakat”, “hak rakyat” untuk mengadakan “protes”, dan “cita-cita tolong-menolong” (Hatta 1932A). Demokrasi desa itu bagi Hatta bukan sebuah model negara demokratis seakan-akan daripadanya bisa dibangun demokrasi yang lain daripada “demokrasi Barat”. Melainkan demokrasi desa merupakan medan latihan untuk menembangkan sikap-sikap demokratis. Di situ rakyat sudah biasa mengambil keputusan bersama, berkompromi, berdebat, dan akhirnya mendukung mufakat bersama, jadi untuk mengembangkan sikap-sikap yang memang diperlukan dalam demokrasi modern.

Jadi, kedaulatan rakyat bagi Hatta terwujud dalam “demokrasi Barat” ? Ya dan tidak. Ya dalam pengertian politik. Menurut Hatta, tak ada demokrasi politik khas Indonesia, lain daripada demokrasi-demokrasi lain di dunia. Yang menjadi masalah adalah bahwa Barat membatasi kedaulatan rakyat pada dimensi politik. Namun Hatta menegaskan bahwa rakyat tidak akan berdaulat betul-betul kecuali juga berdaulat dalam bidang ekonomi. Di sini terletak keterbatasan paham kedaulatan rakyat di Barat. Apabila perekonomian dikuasai oleh sebuah minoritas, para pemilik modal, bagaimana rakyat dapat betul-betul berdaulat? Inilah kritik paling mendasar Hatta terhadap pengertian masyarakat demokratis di Barat. Dan meskipun sampai hari ini, apalagi dengan keambrukan semua sistem sosialisme, pengertian “demokrasi ekonomi” tetap belum dapat dibumikan, siapa yang dapat menyangkal bahwa kritik Hatta tersebut mengenai sebuah masalah dan tantangan terbesar bukan hanya bagi Indonesia, melainkan, memang, bagi segenap masyarakat yang betul-betul mau demokratis?

Hatta begitu mengesan karena ia berani bersikap berprinsip dan seratus persen integer. Dalam BPUPKI ia berani memperjuangkan dimasukkannya kebebasan-kebebasan demokratis ke dalam undang-undang dasar. Pada tanggal 18 Agustus 1945 ia meyakinkan saudara-saudara se-BPKI agar mendasarkan undang-undang dasar Republik pada lima sila yang dapat didukung oleh segenap komponen bangsa. Tanggal 4 November Hattalah yang menandatangani maklumat pemerintah yang mengizinkan pembentukan pluralitas partai. Dan pada 1957 Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai wakil presiden karena merasa tidak lagi sanggup menanggung kebijakan politik Presiden Sukarno. Bisa dimengerti bahwa para pemimpin Orde Baru tidak mengizinkan orang sekaliber Mohammad Hatta mendirikan sebuah Partai Demokrasi Inslam Indonesia.

Pada saat elite politik semakin memanfaatkan kebebasan demokratis untuk berkorupsi besar-besaran, sosok Bung Hatta dan pikirannya mendesak menjadi titik orientasi bagi kita semua.***
(Sumber : http://majalah.tempointeraktif.com) http://restianrick.wordpress.com/

Setelah masuk enam besar survei LSN, Rizal Ramli didukung Partai Kedaulatan. Siapa menyusul?


DUA pekan kemarin, Rizal Ramli mendapat dua kado istimewa. Kado pertama, namanya sukses masuk bursa calon presiden versi Lembaga Survei Nasional (LSN) pimpinan Umar S Bakry.

Dalam survei yang dirilis 25 Maret 2009, Rizal menempati urutan keenam dengan tingkat keterpilihan 3,2 persen. Rizal berada satu strip di bawah Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla yang meraih 3,3 persen dukungan responden. Menariknya, Rizal sukses mengalahkan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto dan Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir.

Kado kedua untuk Rizal datang seminggu kemudian di Rumah Perubahan. Apa kado kedua tersebut? Partai Kedaulatan menyatakan mendukung mantan Menko Perekonomian itu menjadi calon presiden. Tak tanggungtanggung, Rizal pun didaulat menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) Partai Kedaulatan. Deklarasi pencalonan tersebut digelar di Rumah Perubahan, markas Rizal Ramli yang terletak di kawasan Panglima Polim Jakarta Selatan.

Partai Kedaulatan adalah partai bernomor urut 11. Partai ini dipimpin oleh Ibrahim Basrah, mantan pentolan tim sukses SBY di kawasan Sulawesi. Sebelumnya, Rizal juga didukung oleh Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (P3I) serta Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBK Indonesia). Sementara, di Partai Bintang Reformasi (PBR) Rizal masih bertarung dengan delapan nama lainnya, termasuk dengan Deddy “Naga Bonar” Mizwar.

Ketua Umum Partai Kedaulatan Ibrahim Basrah mengatakan, dukungan partainya kepada Rizal sudah melalui pertimbangan matang. “Konsep Pak Rizal Ramli sesuai dengan apa yang diinginkan Partai Kedaulatan,” kata Ibrahim. Ketika disinggung kenapa Partai Kedaulatan beralih mendukung Rizal padahal pada bulan Januari lalu mendukung Bugiakso, cucu Jenderal Soedirman, Ibrahim mengatakan, Bugiakso adalah calon pemimpin masa depan. Tapi, karena kelihatannya Bugiakso sudah mengurungkan niatnya, Partai Kedaulatan mencari figur lain.

“Beda dengan Pak Rizal Ramli, dia bergiat sesuai dengan konsepnya dia, kita sinkronkan dengan visi dan misi Partai Kedaulatan, nampaknya sejalan,” ujarnya.

Partai Kedaulatan pun mengaku sangat siap menyukseskan langkah Rizal ke Istana. Klaim Ibrahim, partainya memiliki kekuatan merata di hampir seluruh wilayah Indonesia. “Kita sistem gerilya, jadi orang tidak tahu.”

Dengan dukungan Partai Kedaulatan itu, Rizal tampaknya boleh sedikit berbangga. Tetapi, dia harus bisa mengumpulkan lebih banyak dari partai-partai lainnya agar syarat 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional bisa terpenuhi. Hal itu pula yang diminta oleh Ketua Umum PNBK Indonesia Erros Djarot.

“PNBK kan sudah berkomitmen tunggu sampai gimana Rizal Ramlinya. Kalau dia tidak sanggup ngumpulin partai lainnya, kalau tidak kan nggak ada gunanya. Jadi baru dari situ kita melangkah. Tetapi jangan kalau sudah komitmen, masak komitmen berubah-ubah, kan nggak bagus juga menurut etika politik.”

Hal senada disampaikan Ketua Umum P3I Daniel Hutapea. Kata Daniel, partainya tetap setia mendukung Rizal. Untuk memuluskan langkah Rizal, kata Daniel, tak ada jalan lain kecuali menjalin koalisi. P3I sendiri menargekan lolos parliamentary threshold.

Hingga kini, Rizal memang sedang serius menjalin komunikasi dengan 14 partai politik yang tergabung dalam Blok Perubahan. Bahkan, kata Rizal, seusai pemilu legislatif nanti, akan ada dua partai politik yang bergabung di blok ini. Meski demikian, Rizal mengaku bahwa tidak semua parpol yang bergabung di Blok Perubahan telah mendukungnya sebagai capres. “Ada 14 partai yang bergabung dalam Blok Perubahan, ada tujuh partai yang sudah resmi mendukung kami sebagai presiden, sisanya itu bagian dari Blok Perubahan.”

Juru bicara Rizal Ramli, Adhie M Massardi mengatakan, dukungan sejumlah parpol kepada Rizal terbangun karena kesamaan gagasan, bukan karena kemampuan membeli. Katanya, kekuatan yang dibangun Rizal akan membuat kerepotan capres yang didukung kekuatan neoliberal. Untuk lebih meringankan langkah, dalam waktu dekat Rizal juga bakal kembali bertemu dengan tokoh-tokoh yang sepemikiran dengannya, yakni Amien Rais dan Prabowo Subianto.

Kemampuan Rizal membangun koalisi dengan partai-partai baru dan partai gurem itu juga diacungi jempol oleh Direktur Eksekutif LSN Umar S Bakry. Tapi, Umar buruburu mengingatkan Rizal.

“Ada satu atau dua partai kecil atau partai baru yang sebenarnya mempunyai idealisme dan selaras dengan idealismenya Rizal Ramli. Tapi kadang-kadang idealisme mereka ini harus berhadapan dengan kepentingan finansial. Kepentingan finansial itu, mereka mau kampanye, mereka mau menyosialisasikan diri saat kampanye ini tidak punya ongkos. Kadang-kadang idealisme dilupakan, lebih baik cari ongkos ke capres-capres yang punya duit.”

Kini, semua terpulang ke Rizal Ramli. Mampukah dia menjaga agar partai-partai yang telah mendukungnya itu tidak masuk angin alias pindah ke lain capres? Cuma waktu yang bias menjawabnya.

■ Dzikry Subhanie, Immanuel T Sitanggang
(Sumber: Indonesia Monitor) http://nasional.kompas.com/read/2009/04/01/1846389/Partai.Kedaulatan.Usung.Rizal.Ramli.Sebagai.Capres.

RR Jadi Ketua Majelis Partai Kedaulatan


01/04/2009 - 10:27
Firmansyah Abde

INILAH.COM, Jakarta - Kancah Rizal Ramli untuk pencapresan pelan namun pasti semakin moncer. Setelah masuk perhitungan di survei LSN, kini Rizal bagian dari Partai Kedaulatan.

Ya, hari ini Partai Kedaulatan mengangkat Rizal Ramli sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai Kedaulatan. Rizal juga diusung sebagai capres dari Partai Kedaulatan. Acara dilakukan di Rumah Perubahan, Jalan Wijaya, Jakarta Selatan.

"Hari ini merupakan hari besar dan bersejarah untuk partai Kedaulatan," kata Capres Rizal Ramli saat berfoto bersama Ketum Partai Kedaulatan, H Ibrahim Basrah dan pengurus DPP di depan Rumah Perubahan di Jalan Wijaya, Jakarta, Rabu (1/4).

Rizal Ramli terlihat matang dengan kemeja putih dan celana hitam dibalut jas berwarna hitam. Sedangkan Ibrahim Basrah menggunakan jas partai Kedaulatan berwarna biru, bercelana hitam.

Setelah menyambut Ibrahim Basrah, keduanya langsung masuk ke ruang tertutup dan terlihat sedang terlibat perbincangan tertutup. [fir/ana]
(Sumber: Inilah.com) http://www.kompas-tv.com/content/view/15364/2/

Rizal Ramli Dinobatkan Jadi Capres Partai Kedaulatan

Ditulis oleh Hans
Wednesday, 01 April 2009 23:23

Jakarta, NTT Online - Ketua Umum Partai Kedaulatan (PK) Ibrahim Basrah secara resmi menobatkan Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli sebagai kandidat capres. Rizal dinilai mempunyai ide perjuangan yang selaras dengan PK.

"Kami mempunyai dua kriteria mengenai kandidat capres. Dapat menjadikan bangsa indonesia sebagai penyeimbang ditengah globalisasi. dan dapat meningkatkan kesejahteraan serta menekan angka pengangguran dan kemiskinan," ucapnya di Rumah Perubahan Rizal Ramli Jakarta, Rabu (1/4).

Yang paling cocok dengan kedua kriteria tersebut diantara para pemimpin yang muncul saat ini, kata Ibrahim adalah Rizal. "Rizal adalah teman ideologis sejak lama, dan sekarang menjadi teman perjuangan untuk mewujudkan indonesia yang lebih baik," ungkapnya.

Dikatakannya, selama ini Rizal dikenal sebagai sosok yang idealis. Justru karena idelaismenya yang dibutuhkan bangsa ini kedepan. Namun, setelah pileg kami PK akan melakukan Rapimnas untuk menentukan paket capres dan cawapres dan pasti akan melakukan koalisi, "target kami 5%, pasti kami akan melakukan koalsis," tukasnya.

Sementara itu, Rizal berterimakasih atas apresiasianya. "Terimakasih telah menempatkan saya sebagai capres PK. Sampai saat ini sudah ada 15 parpol yang bergabung. Dan setelah pileg 2 atau 3 lagi parpol yang bergabung lagi," tukasnya.

Rizal mengatakan bahwa blok perubahan ini tidak diikat, hanya mendasarkan pada kesamaan visi dan misi. "Kami tidak sekedar mencari kekuasaan, namun berjuang untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Kita lihat dulu seberapa kuat ikatan ini hingga usai pilpres nanti," cetusnya.san
(Sumber: NTT Online News.com)